Kabar24.com, LONDON - Lebih dari 120 anggota staf lembaga-lembaga amal internasional terkemuka telah dipecat atau kehilangan pekerjaan pada tahun lalu dalam kasus pelecehan seksual.
Data itu terungkap dalam hasil survei eksklusif yang diperlihatkan pada Rabu, saat skandal seks yang terpusat pada organisasi amal yang berpusat di Inggris, Oxfam, melanda sektor bantuan.
Pascagerakan #MeToo oleh para perempuan yang menentang pelecehan dan kekerasan seksual, Thomson Reuters Foundation meminta 21 organisasi amal dunia untuk mengungkapkan perincian pelecehan seksual oleh staf dan apakah kasus itu menyebabkan staf kehilangan pekerjaan mereka.
Bagian pertama hasil survei tersebut, yang diterbitkan pekan lalu, mengungkapkan bahwa hanya enam dari 10 organisasi, yang pada awalnya dikontak pada November, bersedia untuk membuka diri. Enam organisasi itu termasuk Save the Children, Oxfam dan Medecins Sans Frontieres (MSF).
Organisasi-organisasi amal yang tidak menjawab permintaan atau tidak dapat memberikan keterangan penuh kemudian dikontak lagi pekan ini bersama 11 organisasi amal lainnya.
Pada tahap itu, 10 organisasi memberikan jawaban dengan rincian, yang menunjukkan bahwa 61 orang dipecat atau kehilangan pekerjaan mereka di tengah tuduhan melakukan tindakan tidak senonoh pada 2017. Jumlah itu menambah 63 orang yang kehilangan pekerjaannya, seperti yang dilaporkan pekan lalu.
Baca Juga
Tuduhan Pelecehan
Pembeberan data itu dilakukan pada saat lembaga-lembaga bantuan bertekad untuk memperbaiki pendekatan mereka dalam menangani tuduhan pelecehan dan kekerasan seksual.
Inggris dan Uni Eropa sedang mengkaji kembali pendanaan Oxfam setelah beberapa anggota stafnya menggunakan jasa prostitusi selama menjalankan misi bantuan pascabencana gempa bumi hebat pada 2010. Oxfam adalah salah satu lembaga bantuan terbesar di dunia untuk penanganan bencana.
Pada Selasa, menteri bantuan Inggris Penny Mordaunt mengatakan direktur-direktur Oxfam menyesatkan para petugas setelah mantan direkturnya untuk Haiti mengakui memakai jasa prostitusi.
Pemimpin Oxfam Mark Goldring mengatakan 7.000 orang telah membatalkan sumbangan mereka dalam 10 hari terakhir ini.
Presiden Haiti telah meminta agar penyelidikan dilakukan terhadap kelompok-kelompok lainnya yang datang di negara Karibia itu setelah gempa bumi.
Organisasi-organisasi lain yang menerima dana dari departemen pimpinan Mordaunt diberi waktu hingga 26 Februari untuk memberikan jaminan bahwa mereka melindungi orang secara efektif atau memberikan keterangan rinci jika ada pelanggaran.
Norwegian Refugee Council mengatakan lembaga itu telah memecat lima karyawan atas tuduhan melakukan kekerasan, pelecehan dan eksploitasi seksual tahun lalu. Sementara, Danish Refugee Council memberhentikan 12 orang.
CARE International mengatakan pihaknya memecat 11 anggota staf sementara empat anggota lainnya mengundurkan diri, kontraknya tidak diperpanjang atau meninggalkan perusahaan.
International Medical Corps, mengatakan kelompoknya membekukan hubungan dengan lima orang atas laporan soal eksploitasi dan pelecehan seksual dan sedang menyelidiki beberapa kasus lainnya.
Badan bantuan yang berpusat di Bangladesh, BRAC, memecat satu orang dan memberhentikan hubungan dengan 22 lainnya terkait laporan pelecehan seksual. Organisasi bantuan di Inggris, Christian Aid, mengatakan pihaknya telah memecat seorang anggota staf dan memberikan sanksi terhadap satu lainnya terkait pelecehan seksual.
Concern Worldwide mengatakan lembaga itu menghadapi hingga dua insiden seperti itu setiap tahun dalam satu dekade terakhir, yang tiga perempat di antaranya berujung dengan pemecatan.
Jasa Prostitusi
Compassion International mengatakan organisasinya tidak memiliki laporan soal staf menggunakan jasa prostitusi atau melakukan eksploitasi seks terhadap para penerima bantuan pada 2017.
Badan bantuan Catholic Relief Services juga mengatakan pihaknya tidak menerima laporan soal pelanggaran serius.
Organisasi amal yang berpusat di Vatikan, Caritas Internasionalis, mengatakan pihaknya tidak menerima laporan soal pelecehan seksual pada kantor sekretariatnya, yang memiliki 30 anggota staf, sementara 165 organisasi anggota di berbagai negara melapor kepada uskup-uskup setempat.
International Commitee of the Red Cross (ICRC) mengatakan pihaknya tidak memiliki data yang dapat diandalkan soal perbuatan tidak senonoh oleh staf.
Action Against Hunger, Islamic Relief, Action Aid dan Plan International mengatakan mereka sedang berupaya mengumpulkan data menjelang tenggat 26 Februari yang ditetapkan pemerintah.
International Rescue Commitee (IRC) tidak menanggapi permintaan untuk memberikan data namun mengatakan pihaknya menasihati para donor soal penyalahgunaan.