Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memilih menunda amanat dalam Pasal 20 Undang-Undang No.13/2016 tentang Paten yang dianggap sulit untuk diimplementasikan.
Selanjutnya, Kemenkumham berencana untuk mengajukan uji materi Pasal 20 UU No.13/2016 tentang Paten, agar substansi pelaksanaan paten dapat diperbaiki sekaligus realistis untuk dijalankan.
“Pasal 20 awalnya memang sepertinya sangat rasional, tapi kalau kita lihat, substansinya tidak adil. Kalau misalnya itu [Pasal 20] diterapkan, bayangkan misalnya ada pedagang UMKM pemegang paten mau jualan di negara lain, masak iya harus bangun pabrik dulu?” tutur Dirjen Kekayaan Intelektual Freddy Harris, Senin (8/1/2018).
Menurutnya, langkah judicial review merupakan jalan keluar yang paling strategis daripada menyusun aturan turunan untuk menjelaskan Pasal 20. Kepentingan beleid terbaru tentang paten ini, memang digunakan sebagai proteksi bagi pelaku lokal.
Kendati demikian, substansi yang terkandung mengenai pelaksanaan paten malah membuat pelaku lokal juga kelimpungan, khususnya jika bersaing dalam pasar global.
“Bagaimana jika internasional juga menerapkan kebijakan yang sama. Makanya, sebenarnya proteksi pasal ini arahnya ke dunia farmasi, seharusnya tidak berlaku umum,” katanya.
Baca Juga
Substansi yang terkandung dalam Pasal 20 sebenarnya sudah seirama dengan Pasal 7 TRIPS Agreement. Disebutkan perlindungan dan penegakan hak kekayaan intelektual harus berkontribusi pada promosi inovasi teknologi dan transfer dan diseminasi teknologi, untuk saling menguntungkan produsen dan pengguna teknologi.
Hanya saja, di dalam Pasal 27 TRIPS Agreement, hak paten yang diberikan dilarang diskriminasi terhadap tempat penemuan, di bidang teknologi, apakah produk tersebut diimpor ataupun diproduksi secara lokal.
Setelah UU terbaru mengenai paten ini diluncurkan, respons dan protes dari pelaku usaha Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan lainnya pun mengalir.
Setidaknya ada beberapa pasal dalam UU No. 13/2016 yang dikritisi, a.l. Pasal 4 (kelayakan subjek paten), Pasal 20 (persyaratan pembuatan di dalam negeri), Pasal 78 (perjanjian komersial lisensi hak kekayaan intelektual) serta Pasal 82 – 120 (mengenai lisensi wajib).