Bisnis.com, JAKARTA -- Para politisi Indonesia memprediksi beragam tantangan pada tahun politik 2018 ini di tengah lahirnya politik identitas pada tahun lalu dan menyongsong kesibukan pilpres 2019.
DPP PKS Suhud Alynudin menuturkan, polemik yang terjadi pada tahun lalu berkaitan dengan pilkada DKI Jakarta telah menggaungkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan). Menurutnya, hal itu menjadi salah satu tantangan pada 2018.
"Pilkada DKI ujian terberat dalam demokrasi Indonesia. Pasalnya, membawa-bawa unsur agama alias berbau sara," kata Suhud dalam diskusi publik bertajuk "Refleksi Tahun 2017 dalam Menghadapi Tahun 2018", Sabtu (6/1/2018).
Kendati demikian, Suhud mengakui adanya situasi pergerakan besar yang berakhir tanpa kerusuhan, melainkan dengan damai dan tidak ada pertumpahan darah seperti yang terjadi di negara-negara Timur Tengah.
"Di satu sisi, kami melihat ada kedewasaan pada masyarakat. Namun, di satu sisi, hal itu menjadi tantangan yang berat pada tahun ini," kata Suhud
Politisi Partai Keadilan Sosial itu memaparkan tiga fakta yang terjadi pada tahun lalu dan bisa berpotensi berpengaruh hingga tahun ini.
Pertama, adanya potensi penyalahgunaan undang-undang organisasi masyarakat (ormas). Menurutnya, efek dari hal itu yang cukup besar pada tahun ini kemungkinan akan ada yang menunggangi UU tersebut.
"Kondisi itu membuat hukum berpotensi untuk ditunggangi golongan tertentu. Sehingga, perlu adanya revisi. Jika tidak ada revisi, bisa terjadi penyalahgunaan," tuturnya.
Penyalahgunaan itu semakin kuat dengan adanya pembubaran ormas yang dilakukan tanpa proses pengadilan serta adanya penghakiman bagi orang--orang dalam ormas yang dibubarkan tersebut.
"Hal seperti ini (penghakiman orang) hanya terjadi di jaman kolonial saja. Ini berbahaya," tegasnya.
Fakta kedua pada 2017 yang berpotensi berbahaya untuk tahun ini berupa penegakan hukum yang tebang pilih oleh aparat. Kasus-kasus tertentu terkesan lambat atau didiamkan, sementara kasus lain bisa responsif.
"Apabila terjadi pada 2018 berpotensi memicu konflik yang luar biasa dan muncul sentimen yang terjadi pada 2017. Misalnya, persekusi," jelasnya.
Selain itu, adanya pola hubungan yang kurang harmonis antara aparat hukum dan aparat keamanan juga menjadi fakta 2017 yang berpotensi berbahaya pada tahun ini.
Hal ini seperti yang terjadi pada hubungan antara polri dan KPK yang seharusnya kedua aparat itu mengawal, bukan terpecah belah.
Masinton Pasaribu, FPDIP DPR RI dalam acara yang sama menuturkan demokrasi harus dijalani tanpa diskriminasi dan intimidasi.
"Demokrasi harus dijalani tanpa diskriminasi dan intimidasi. Bagi kami dua hal itu haram." tegas Masinton.
Memandang masa pilkada pada 2018, Masinton melihat 2018 menjadi
"tikungan maut" paska polemik pilkada DKI Jakarta di 2017 dan akan mempengaruhi pilpres 2019.