Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CATATAN AWAL TAHUN: 2018 Tahun Pesta Demokrasi atau Intrik Politik?

Tahun ini, yang baru berusia beberapa hari setelah melewati 2017, Indonesia akan menggelar pesta demokrasi di sejumlah daerah. Pesta lima tahunan itu, yang dikenal dengan nama pemilihan kepala daerah atau Pilkada, secara bersamaan di sejumlah daerah adalah yang pertama kali. Sejak negeri ini memasuki era reformasi, usai tumbangnya kekuasaan Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto selama 32 tahun, pada 1998.
Ilustrasi/JIBI-Dwi Prasetya.jpg
Ilustrasi/JIBI-Dwi Prasetya.jpg

Bisnis.com, JAKARTA - Tahun ini, yang baru berusia beberapa hari setelah melewati 2017, Indonesia akan menggelar pesta demokrasi di sejumlah daerah. Pesta lima tahunan itu, yang dikenal dengan nama pemilihan kepala daerah atau Pilkada, secara bersamaan di sejumlah daerah adalah yang pertama kali. Sejak negeri ini memasuki era reformasi, usai tumbangnya kekuasaan Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto selama 32 tahun, pada 1998.

Pasangan para bakal calon pemimpin daerah, yang akan bertarung di Pilkada 2018, mulai bermunculan. Partai pengusung, sudah mengelus, 'menjual' para jagoannya untuk ditawarkan kepada masyarakat, yang akan menjadi pemilihnya. Ya, pilihan akhir ada di tangan masyarakat. Baik atau buruk hasilnya, itu tergantung masyarakat yang memilih.

Istimewanya, Pilkada 2018, akan digelar pada saat negeri ini memasuki usia 73 tahun sejak bangsa ini mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah bangsa yang merdeka, 17 Agustus 1945. Namun, pertengahan tahun lalu, Badan Pengawas Pemilu RI --lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia  dan diatur dalam bab IV Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum--  sudah memprediksi. Gelombang kampanye dan hasutan bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) pada Pemilihan Kepala Daerah 2018 akan kembali hadir.

Penggunaan isu SARA bahkan telah dimulai sejak saat ini di beberapa wilayah penyelenggara Pilkada 2018. Salah satu daerah yang telah dibumbui isu SARA adalah Jawa Barat.

Kasus mundurnya Bupati Banyuwangi Azwar Anas, sebagai kandidat Cawagub Jatim, adalah cerita lain. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap,  pilkada merupakan ajang kontestasi politik dimana sejumlah orang memperebutkan kursi pemerintahan daerah yang terbatas. "Situasi pasti hangat tapi tidak boleh panas, apalagi membakar sehingga berujung pada konflik atau perpecahan," kata Tito.

Angka 73 tahun, seperti halnya manusia, harusnya sudah jauh dari matang. Mateng banget malah. Artinya, dengan usia itu, jika bangsa ini diperumpamakan sebagai manusia, telah kenyang makan asam garam kehidupan. Sudah kenyang dengan pergulatan dan [bahkan] melewati berbagai persoalan, dari yang baik hingga yang terburuk. Bahkan sudah banyak belajar dari bangsa lain, yang gagal menjaga perdamaian dan terus menerus bergelut dengan pertikaian.

Bangsa ini, yang menegaskan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia alias NKRI, terdiri dari beragam suku, agama, ras dan antargolongan. Ada Batak, ada Jawa, ada Sunda, ada Betawi, ada Papua dan sebagainya. Kondisi itu, yang dalam jangka waktu 73 tahun mampu hidup bersama secara berdampingan dan saling mengisi secara damai, membuat takjub banyak bangsa lain.

Saya pernah membaca tulisan Mohammad Abdul Mannan, Managing Director and CEO of Islami Bank Bangladesh Limited & the recipient of Asian Banker Leadership achievement award 2016. Tulisannya berjudul National unity and good governance: Keys to economic progress.

Dalam tulisan itu dia mengatakan perasaan persatuan nasional (national unity) sangat penting untuk memimpin bangsa menuju kemajuan dan kemakmuran. Kesatuan mempromosikan kedamaian dan cinta di suatu negara. Di mana orang bersatu, [di situ] mereka bisa melakukan upaya penghapusan keburukan seperti korupsi. Ini memberikan orang rasa aman karena mereka bisa saling mengenal lebih baik dan saling memahami kepekaan.

 Video:Denny Misharudin

Persatuan mempromosikan kerja sama dan membuka kesempatan untuk mencapai yang terbaik. Semangat persatuan nasional itu dan good governance memainkan peran penting dalam meningkatkan kecepatan roda ekonomi suatu negara.

Kita tentu ingat dan harus menghindari bagaimana Uni Soviet menjadi luluh lantak. Dalam tulisan berjudul Exploring 5 Reasons for the Collapse of the Soviet Union, yang dirilis Graduate Degrees Norwich- Online Master of Arts in Military History, jatuhnya Uni Soviet bisa dikaitkan dengan struktur negara itu sendiri.

Uni Soviet adalah sebuah negara yang terdiri dari 15 republik yang berbeda secara radikal. Di seantero negeri ada puluhan etnis, bahasa, dan budaya, yang banyak di antaranya tidak sesuai satu sama lain. Bullying etnis minoritas oleh mayoritas Rusia menciptakan ketegangan di sepanjang provinsi-provinsi terpencil, terutama di benua Eropa.

Pada 1989, gerakan nasionalis di Eropa Timur membawa perubahan rezim di Polandia, dan gerakan tersebut segera menyebar ke Cekoslovakia, Yugoslavia, dan satelit Soviet di Eropa Timur. Banyak dari sekutu Soviet ini mulai berpisah di sepanjang garis etnis, yang memicu gerakan separatis di Ukraina, Belarus dan Baltic States. Karena republik-republik Soviet ini memberikan kebebasan dan menarik diri dari Uni Soviet, kekuatan negara pusat melemah secara fatal, dan pada 1991, Uni Soviet tidak ada lagi.

Tentu, banyak faktor lain yang menyebabkan jatuhnya Uni Soviet, perubahan ideologis, tekanan asing, dan keputusan ekonomi mempercepat kemunculan negara sosialis yang dulu kuat ini.

Namun, bila orang memiliki belas kasihan, persahabatan, dan persatuan, mereka berbicara dan berpikir secara konstruktif untuk memastikan kemerdekaan dan kemakmuran nasional. Itulah kata-kata bijak Bhumibol Adulyadej.

Pilkada serentak 2018 akan lebih besar daripada Pilkada sebelumnya. Ada 171 daerah akan berpartisipasi pada ajang pemilihan kepala daerah tahun ini. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada 2018. Beberapa provinsi di antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Makna Pilkada 2018 adalah memilih pemimpin daerah yang mampu membawa kemakmuran lahir batin bagi warga daerahnya. Bukan demi kekuasaan yang menguntungkan pribadi atau golongan atau kelompok tertentu. Hingga kemakmuran itu berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

Hindari cara-cara yang merongrong,  merusak NKRI. Kemenangan, dengan cara yang buruk dan berujung tidak mensejahterakan lahir batin warganya, menjadikan Pilkada sia-sia. Usia 73 tahun cukup memberikan kita pemahaman yang kuat betapa memakai isu SARA untuk meraih kekuasaan tidak pernah berujung pada kedamaian. Melainkan, kehancuran dan kehancuran. "Jangan sampai pilkada berikutnya dibawa lagi ke isu-isu yang berkaitan dengan SARA," ungkap Presiden Jokowi. Ya, semoga tahun ini bukan tahun pertarungan para politisi 'idiot' yang menghamba pada kekuasaan dan harta.

Simak syair lagi Di Bawah Tiang Bendera karya   Franky Sahilatua/Iwan Fals/Ian Antono:

Kita adalah saudara
dari rahim ibu pertiwi
ditempa oleh gelombang
dibesarkan jaman
dibawah tiang bendera

Dulu kita bisa bersama
dari cerita yang ada

Kita bisa saling percaya
yakin dalam melangkah
lewati badai sejarah

Pada tanah yang sama kita berdiri
pada air yang sama kita berjanji
karena darah yang sama jangan bertengkar
karena tulang yang sama usah berpencar
Indonesia Indonesia

Mari kita renungkan
lalu kita bertanya
benarkah kita manusia
benarkah bertuhan
katakan aku cinta kau


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper