Kabar24.com, JAKARTA - Partai politik harus kreatif mencari sumber pendanaan untuk membiayai berbagai belanja politik sekaligus mengikis budaya korupsi.
Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany Alatas mengatakan bahwa akar korupsi politik yang dilakukan para kader partai terletak pada pendanaan politik yang tidak sehat.
Pasalnya, para kader tersebut mengeluarkan biaya secara mandiri dan berharap bisa mendapatkan banyak uang sebagai pengganti biaya tersebut saat memegang jabatan politik.
“Karena itu partai politik harus mampu menggalang dana publik,” ujarnya, Senin (1/1/2018).
Mekanisme pendanaan dari publik itu menurutnya penting dilakukan karena memiliki arti edukasi terhadap masyarakat bahwa jika ingin mendapatkan wakil rakyat berkualitas yang bekerja untuk kepentingan rakyat banyak maka publik harus mendukung pendanaan calon wakil rakyat tersebut.
“Selama ini misalkan, kalau ada pilkada ada istilah mahar, politik uang. Kalau mau dapat pejabat publik yang baik ya harusnya publik tidak minta uang ke calon tersebut tapi justru harus menyumbangkan uang meski sedikit supaya ketika dia terpilih, bisa bekerja untuk konstituennya,” tambahnya.
Atas dasar itulah, menurut dia, PSI menerapkan sistem keanggotaan berbayar mulai dari Rp100.000 hingga Rp1 juta pertahun. Para anggota nantinya berhak mendapatkan laporan operasional partai yang bersumber dari dana publik tersebut.
Di samping itu, para calon legislatif partai tersebut juga dididik untuk mampu menggalang dana publik dengan memanfaatkan koneksi pribadi kepada para pihak yang memiliki kesamaan visi dengan partai tersebut.
Tidak ketinggalan, partai ini juga akan membuka toko digital solidaritas.com yang membuka kesempatan kepada publik untuk menjajakan berbagai produk. Nantinya, dalam setiap transaksi, PSI akan mendapatkan bagian sekian persen untuk membiayai kegiatan partai.
“Kita harus inovatif ajak publik biayai parpol. Tidak gampang mengubah persepsi publik terhadap partai yang saat ini cenderung buruk, namun hal ini harus dilakukan dengan cara memperbaiki diri dan memiliki nilai jual. Harus ada yang memulai, kalau tidak, demokrasi kita begini-begini saja,” paparnya.
Airlangga Pribadi, peneliti Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) mengatakan pemerintah berupaya membantu pendanaan parpol dengan meningkatkan anggaran yang bersumber dari APBN.
Dengan demikian hal ini memiliki konsekuensi bahwa warga negara memiliki hak untuk terlibat dalam mengoreksi suatu parpol.
“Anggaran negara kan bersumber dari pajak. Konsep ini sederhana tapi penting karena realitas politik seringkali yang muncul relasi elit dan masyarakat adalah relasi transaksional. Persepsinya, elit politik selesai urusan dengan konstituen ketika mereka melakukan hubungan berdasarkan uang. Dari sini didapatkan landasan argumen bahwa pemberian dana parpol dalam konteks memperkuat politik rakyat,” paparnya.
Karena itu, menurutnya dana yang diberikan oleh pemerintah harus diperuntukkan membiayai pendidikan partai karena persoalan paling mendasar dalam poltik Indonesia terletak pada lemahnya ideologisasi dan kaderisasi partai.
Seperti diketahui, pemerintah meningkatkan pembiayaan partai politik dari semula Rp108 per suara menjadi Rp1.000 persuara. Selain bantuan dana ini, parpol juga bisa menggalang dana dari iuran keanggotaan serta sumbangan lain yang tidak mengikat.