Bisnis.com, JAKARTA—Pada 2018 pilkada serentak akan dihelat dengan melibatkan 171 daerah di Indonesia. Politik identitas dan politik uang masih menjadi momok yang akan mengancam pesta demokrasi tersebut.
Pengamat politik Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan, secara teknis sistem pemilu di Indonesia sudah matang. Tantangan non teknis menurutnya jauh lebih besar ancamannya terhadap pesta demokrasi tersebut.
“Pertama, politik uang yang masih merajalela. Tantangan kedua adalah soal isu SARA yang mungkin marak dimainkan jelang pelaksanaan pilkada 2018 dan pemilu 2019,” ujarnya, Selasa (26/12).
Saat ini, kata dia, yang harus diselidiki penyelenggara pemilu adalah bukan perkara kandidat membayar pemilik suara. Tapi dari mana para kandidat tersebut mendapatkan uang.
“Mencari investor ini yang saya pribadi merasa harus didorong untuk diselidiki Bawaslu agar uang yang keluar menjadi sulit jika yang masuk dibatasi,” ujarnya.
Di sisi lain, menurutnya politik identitas lebih berbahaya dibandingkan dengan politik uang. Dia mencontohkan, mengambil pelajaran dari politik identitas yang ditonjolkan pada pilkada DKI Jakarta belum lama ini, memiliki efek yang relative lebih panjang.
“Tidak ada masyarakat terbelah karena politik uang. Kalau di DKI Jakarta sampai sekarang masyarakat bukan hanya berbeda tapi terbelah. Dan prediksi saya tidak akan berhenti pada 2018. Kita harus antisipasi karena ada semacam suasana yang melegalisasi politik SARA. Karena dianggap mengamalkan kepercayaan agama tertentu,” ujarnya.
Dia menilai politik identitas terus dimunculkan karena tidak ada definisi yang ketat soal ini. Di sisi lain jerat hukumnya pun tergolong ringan.
Sehingga, pelakunya tidak segan menggiring wacana umum agar masyarakat terjebak dalam praktik politik identitas.
“Karena sanksi yang sangat ringan, cakupannya yang sangat luas tapi sangat efektif untuk mendongkrak atau menjatuhkan elektabilitas seseorang,” tuturnya.