Kabar24.com, JAKARTA—Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK/PBB) sepakat untuk menyetujui sanksi baru yang menargetkan perekonomian Korea Utara (Korut).
Hukuman lanjutan itu diberikan setelah peluncuran rudal balistik oleh Korut pada bulan lalu. Rudal antarbenua tersebut diklaim oleh Presiden Korut Kim Jong Un mmpu menjangkau seluruh wilayah AS.
Di sisi lain, keputusan DK PBB ini dikeluarkan hanya sepekan setelah Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson menemui Rusia dan China untuk menggalang dukungan melawan rezim Kim Jong Un.
Resolusi terbaru ini tercatat menjadi yang keempat diberikan oleh DK PBB kepada Pyongyang dalam 13 bulan terakhir. Sanksi baru ini mengatur proses pemangkasan impor produk minyak sulingan oleh Korut. Selain itu, sanksi ini juga menetapkan batas waktu 24 bulan bagi pekerja ekspatriat Korut untuk dikirim pulang, atau diperpanjang dari batas waktu 12 bulan dalam draft resolusi sebelumnya.
"Kami yakin tekanan dalam bentuk resolusi ini adalah penangkal terbaik atas risiko perang. Terlebih kasus Korut semakin serius setiap harinya," kata Francois Delattre, Duta Besar Prancis untuk PBB, seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (23/12/2017).
Berdasarkan perkiraan PBB, resolusi baru ini memotong pengiriman produk minyak bumi ke Korut, termasuk solar dan minyak bumi hampir 90% atau setara dengan 500.000 barel per tahun mulai 1 Januari.
Pada September, DK PBB juga sudah menerapkan hukuman untuk memangkas impor minyak ke Korut setara dengan 2 juta barel per tahun.
Di sisi lain, resolusi tersebut adalah seolah menjadi kemenangan politik internasional AS terbaru di bawah kepemimpinan Trump. Seperti diketahui, sepanjang tahun ini AS dan Trump telah menghabiskan energinya untuk mendesak negara-negara lain untuk meningkatkan tekanan terhadap Korea Utara.
AS sendiri juga mengirimkan ancaman, jika resolusi terbaru ini masih gagal menghentikan upaya kampanye militer Korut, maka pihaknya tak akan segan-segan mengusulkan hukuman baru yang lebih ketat.
"Jika rezim Korea Utara melakukan uji coba rudal nuklir atau balistik kembali, bukan tak mungkin DK PBB akan membelkukan sanksi baru. Bukan tak mungkin pula isolasi yang lebih ketat akan diberlakukan," kata Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley.