Bisnis.com, JAKARTA - Abdel Achrian, pria kelahiran Jakarta, 27 September 1970, yang kerab dipanggil cing Abdel di pentas Stand Up Commedy, sosok kocak. Pelawak atau komika yang cukup dikenal lewat tayangan situasi komedi di televisi ber-title Abdel dan Temon, selalu membuat geer -nya berantakan di setiap penampilan dan perkataannya.
Kelucuan pria, yang nyaris menjadi anak bungsu -lantaran adiknya lahir kemudian-- juga cukup dikenal melalui acara rohani Mamah dan AA dengan Ustadzah Mamah Dedeh-- selalu baru, di luar tema lawakan mainstream dan kerap tak terduga. Meskipun hanya dengan tema yang dekat dengan keseharian kita atau dirinya sendiri.
Simak saja ceritanya tentang Pesan Terakhir Itu dalam otobiografi dirinya yang baru diterbitkan "Keluarga BerenCanda" Semua Akan Lucu Pada Waktunya.
Dalam buku setebal 167 halaman yang diterbitkan oleh Pinggir, dengan kata pengantar oleh mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, Abdel bercerita saat dirinya ditanya oleh pamannya [adik almarhum ayah atau papihnya] saat ayahnya wafat. "Ada pesen-pesen khusus dari papih,Del?" tanya si Om. Abdel
"Ada Om. Waktu itu Papih minta supaya dia dishalatkan sama anak-anaknya kalau sudah meninggal." Selain itu,"Papih minta, nanti kalau Papih sudah meninggal, waktu dikafanin, papih gak mau hidungnya ditutup sama kapas."
"Memangnya kenapa?" Abdel menjelaskan,"Kalau hidung papih ditutup sama kapas, nanti Papih nafasnya gimana?"
Begitu juga saat dia bercerita tentang nasehat tidak baik ngopi dari kakaknya yang seorang dokter. "Kalau ngopi melulu…bisa gak punya anak." Kenapa? "Ya kalau elo ngopi melulu kapan punya anaknya?"
Ya, buku ini berisi tentang kisah perjalanan hidup Abdel yang dihadirkan dengan cara bertutur, berkisah. Kendati ada juga cerita yang mengisahkan Sutan Eris Adlin, abangnya Abdel, mantan Redpel Bisnis Indonesia. Dengan begitu, pembaca bisa mengikuti kisah Abdel tanpa harus mengernyitkan dahi, melainkan terus tersenyum, ngalir. Kita seperti menyaksikan satu dialog dalam film lawak di layar kaca atau layar lebar.
Bahasa yang digunakan pun, menggunakan bahasa yang kerab digunakan oleh orang kebanyakan seperi temen-temen, elo, ngajuin, yang terasa kental aroma khas Betawi-nya. Boleh jadi, seperti dikisahkannya juga, karena Abdel besar di lingkungan Betawi di Old Bananas, istilah yang dipakai Abdel untuk kata lain Pisangan Lama, Jakarta Timur. "Banyak cerita lucu yang gue rekam dari lingkungan di Pisangan Lama."
Buku ini, bisa dipastikan, bukan hendak menjadi buku sejarah perjalanan bangsa ini. Hanya ingin memberikan perspektif lain dari kehidupan manusia yang dipotret dan dikemas secara beda: kocak, apa adanya, dan membumi. Bahkan, jika boleh diakui, mengulang kisah yang pernah terjadi di sekitar kita dengan gaya humor. Hasilnya?
Satu kali dia bercerita tentang temannya [Ubay] yang makan di warung dan pesan tongseng pakai es, dan tak lama pelayan datang membawa tongseng dengan es. 'Lho, ini batu es buat apa?" tanya Ubay ke si pelayan. "Maaf, Pak, tadi bapak kan pesen tongseng sama es," si pelayan mengingatkan Ubay. "Dek, saya kan bilang tadi tongseng jangan lupa sama es. Kalau tongseng gak pakai es jadi tong eng dong…" Memang, semua akan lucu pada waktunya.