Kabar24.com, JAKARTA — Politik identitas di pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jawa Barat dinilai tak akan keras seperti yang terjadi di pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, isu suku, agama, dan ras (SARA) begitu mendominasi wacana kontestasi pemilihan gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Hal itu dikhawatirkan terjadi pula di pilkada serentak 2018 termasuk Jawa Barat yang akan berdampak negatif pada demokrasi di Indonesia.
Direktur Riset Populi Center Usep S. Ahyar mengatakan, politik identitas yang destruktif di Jawa Barat bisa saja terjadi tergantung calon yang dipasangkan untuk mengikuti pilkada tersebut.
“Kalau pasangannya kedua-duanya nasionalis versus pasangan yang kedua-duanya dari kalangan religius, politik identitas seperti di Jakarta sangat mudah dimainkan, tapi tidak akan separah di Jakarta. Tapi kalau pasangannya di campur ada dari calon nasionalis dan wakilnya dari kalangan relijius kemungkinannya kecil,” ujarnya, rabu (8/11/2017).
Dia menyebut, kontestasi di Jawa Barat akan berlangsung sengit. Pasalnya, Jawa Barat dari sisi suara sangat menentukan karena sebagai provinsi dengan pemilih terbesar di Indonesia. Hal itu pun akan sangat berpengaruh pada pemilu presiden 2019.
Dia mencontohkan, pada pemilu presiden 2014, sebanyak 14 juta pemilih di Jawa Barat memilih Prabowo Subianto dan 9 juta di antaranya ke Joko Widodo. Hal itu menurutnya tak terlepas dari faktor Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dari PKS yang memberikan dukungannya ke Prabowo,
“Ke depan pun siapa yang jadi gubernur akan berpengaruh di pilpres. Jadi tawar menawarnya parpol di pilkada Jawa Barat satu paket dengan pemilu presiden,” katanya.