Bisnis.com, SURABAYA – Badan Usaha Milik Daerah milik provinsi Jawa Timur, Wira Jatim Group mencatatkan pertumbuhan bisnis sebesar 9,8% selama Januari—September 2017 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Volume pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan dengan capaian pada periode Januari—September 2016 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2015 (year-on-year/yoy) yang tercatat rata-rata sebesar 7,4%. Pertumbuhan yang meningkat pada tahun ini ditopang oleh pertumbuhan pabrik karet BUMD tersebut.
Presiden Direktur Wira Jatim Group Basanto Yudoyoko menyampaikan pascaperampingan perusahaan pada Wira Jatim Group dari 38 anak usaha menjadi 8 perusahaan, BUMD multisektor tersebut terus melakukan efisiensi dan penataan manajemen.
“Dulu dari 38 perusahaan, hanya ada 2 yang mampu menopang pertumbuhan bisnis. Saat itu posisinya berat sekali. Saat ini 8 anak usaha sudah memberikan kontribusi yang baik dan yang paling kami andalkan adalah industri conveyor belt kami yang pabriknya di Surabaya,” jelas Basanto pada Bisnis, Senin (30/10/2017).
Basanto menjelaskan pertumbuhan bisnis dari delapan anak usaha Wira Jatim Group memang bervariasi mulai dari 6%—15% sepanang Januari—September 2017 (yoy). Adapun, conveyor belt milik PT Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim juga dipasok ke beberapa perusahaan ternama seperti PT Bukit Asam dan Freeport Indonesia.
“Kami berharap permintan dapat meningkat kalau nanti perekonomian membaik. Selain memproduksi conveyor belt, kami juga memproduksi untuk sektor transportasi seperti sandaran kapal dan aksesoris kendaraan bermotor.
Adapun, saat ini Wira Jatim Group masih harus menanggung kinerja negatif satu anak perusahaan yaitu PT Cassava Buana Wira Jatim, yaitu perusahaan yang memproduksi tepung berbaghan dasar singkong. Belum lama ini, manajemen memutuskan untuk menghentikan operasional pabrik tersebut karena pasokan bahan baku yang tidak konsisten.
Basanto menjelaskan suplai bahan baku ke pabrik tepung tersebut tidak konsisten sepanjang tahun. Pasokan mlonjak saat musim panen, namun nihil saat petani tidak sedang memanen. Padahal, pasokan musim panen pun tidak dapat terserap seluruhnya karena kapasitas pabrik yang tidak begitu besar.
“Seharusnya untuk dapat berproduksi sepanjang tahun, diatur pola tanamnya. Kemampuan pabrik hanya bisa teruma 500 ton singkong per hari, namun saat panen petani bisa mengirim 5.000 ton per hari. Kami tidak bisa menyimpan bahan baku karena untuk memproduksi tepung tapioka, maksimal penyimpanan hanya 3 hari sebelum singkongnya terfermentasi,” ungkap Basanto.
Perusahaan mencatat saat memutuskan menghentikan operasionalnya, utilisasi pabrik hanya mencapai maksimal 60%. Operasional pabrik terpaksa dihentikan meski pasar tepung tapioka dalam negeri sangat besar dengan lebih dari 50% kebutuhan diimpor dari negara lain.
Wira Jatim Group merupakan BUMD terbesar provinsi paling ujung timur Pulau Jawa dengan lini bisnis yang sangat beragam seperti manufaktur, industri, farmasi, jasa, perdagangan umum, properti, pembangunan dan jasa konstruksi, infrastruktur, dan sektor pelabuhan laut.
Perusahaan ini lah yang sempat membuat bos grup Jawa Pos sekaligus bekas Menteri BUMN Dahlan Iskan sempat tersandung beberapa waktu lalu karena pelepasan aset yang sempat dinilai tidak sesuai ketentuan saat dia menjabat sebagai Dirut.