Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komentari Dokumen Rahasia AS, Try Sutrisno: PKI Menang, Kamu Semua Hilang

Mantan Wakil Presiden Jenderal (purnawirawan) Try Sutrisno menyanggah isi dokumen Kedutaan Besar Amerika Serikat soal keterlibatan Tentara Nasional Indonesia dalam peristiwa 1965. Try membantah TNI disebut terlibat dalam pembantaian anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia.
Presiden ke-3 BJ Habibie (kedua kanan), Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (kanan), Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno (kedua kiri), Presiden pertama Timor Leste Xanana Gusmao (kiri) menjadi orator Supermentor-6: Leaders, di Jakarta, Minggu (17/5)./Antara-Yudhi Mahatma
Presiden ke-3 BJ Habibie (kedua kanan), Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (kanan), Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno (kedua kiri), Presiden pertama Timor Leste Xanana Gusmao (kiri) menjadi orator Supermentor-6: Leaders, di Jakarta, Minggu (17/5)./Antara-Yudhi Mahatma

Kabar24.com, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden Jenderal (purnawirawan) Try Sutrisno menyanggah isi dokumen Kedutaan Besar Amerika Serikat soal keterlibatan Tentara Nasional Indonesia dalam peristiwa 1965. Try membantah TNI disebut terlibat dalam pembantaian anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia.

"(TNI) Bukan terlibat pemberontakannya, tapi yang memberantas PKI. Tanpa TNI, PKI menang, kamu semua ini hilang," kata Try usai acara kuliah umum "Setelah Perpu Ormas: Menjaga Konstitusi dan Demokrasi" di kantor PARA Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta pada Kamis, 26 Oktober 2017.

Kedutaan Besar AS membuka 39 dokumen rahasia periode 1964-1968 atas permintaan lembaga nirlaba National Security Archive di The George Washington University, Amerika Serikat pada Selasa, 17 Oktober lalu. Kebanyakan di antaranya adalah surat kawat (telegram), laporan mingguan Kedutaan kepada Kementerian Luar Negeri AS, serta sebuah laporan situasi terbaru dari Direktur Intelijen Angkatan Udara RI.

Dalam dokumen tersebut, antara lain, disebutkan bahwa tentara Angkatan Darat terlibat dalam rencana penggulingan Presiden Sukarno setelah Gerakan 30 September 1965.
Dengan dibukanya dokumen itu, Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berencana melanjutkan penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat pada periode 1965-1966 yang selama ini terhalang karena berkas terus dikembalikan oleh Kejaksaan.

Purnawirawan Jenderal TNI yang pernah mendampingi Presiden Soeharto ini mempersilakan dokumen AS itu untuk diadu dengan dokumen yang dimiliki oleh Indonesia. "Silakan saja. Apanya yang mau diselidiki. Kita juga punya dokumen. Pokoknya kalau ada dokumen dari luar, kita akan siap untuk menghadapi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.co

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper