Kabar24.com, JAKARTA — Peningkatan penggunaan internet di Asia Tenggara menjadi pemicu penyebaran materi berisi kekerasan dan eksploitasi seksual anak.
Seorang ahli dari Australia mengatakan hal ini juga terjadi terutama karena semakin sering dan bertambahanya jumlah generasi muda yang mengunggah hal-hal terkait diri mereka di dunia maya.
Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa ketersediaan internet di Asia Tenggara mencapai angka 50%. Namun, secara spesifik, angka ketersediaan internet di Filipina yang menjadi hub kekerasan seksual secara online mencapai 67%.
“Anda hanya akan melihat bahwa peningkatan akan terus terjadi,” kata Jon Rouse, anggota Taskforce Argos, unit kepolisian Australia yang menjadikan jaringan kekerasan seksual anak sebagai target pengawasan, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (18/10/2017).
Menurutnya, masalah terbesar kita saat ini adalah produksi konten yang dilakukan sendiri oleh anak-anak yang sermakin sering melakukan live streaming baik karena pengaruh penjahat seksual ataupun temannya sendiri.
“Konten ini, kemudian digunakan pelaku kejahatan seks untuk mengancam anak-anak tersebut,” tambahnya.
Baca Juga
Dalam penyisiran yang dilakukan selama tujuh hari di Bangkok, lebih dari 3.600 alamat internet individu teridentifikasi telah membagikan konten berisi eksploitasi anak
PBB pada Agustus mengatakan permintaan live streaming yang berisi kekerasan seksual anak terus bertumbuh di wilayah Mekong seiring terjadinya pergeseran pusat webcam seks anak dari Filipina ke Thailand.
Pada 2016, Badan PBB untuk anak mengatakan keluarga miskin di Filipina mendorong anak-anak mereka untuk melakukan aksi seks life untuk para pedofil di seluruh dunia. Hal ini merupakan bentuk perbudakan anak.
Neil Walsh kepala program kejahatan siber global Kantor Kejahatan dan Obat-Obatan PBB mengatalan pelecehan anak secara online terus terjadi dan berkembang