Kabar24.com, JAKARTA - Sekjen PBB Antonio Guterres menggambarkan apa yang terjadi terhadap warga minoritas Muslim Rohingya di Myanmar sebagai mimpi buruk kemanusiaan.
Dalam pidato di Dewan Keamanan di New York kemarin waktu setempat, Guterres mendesak agar pemerintah Myanmar mengakhiri operasi militer dan membuka akses kemanusiaan di Rakhine, negara bagian yang banyak didiami oleh warga Rohingya.
"Situasi di lapangan berubah dengan sangat cepat menjadi darurat pengungsi, (menjadi) mimpi buruk kemanusiaan," kata Guterres.
Dia mengatakan pihaknya menerima kesaksian warga Rohingya yang menjadi korban kekerasan luar biasa, termasuk ditembaki dengan membabi buta, menjadi korban ranjau darat, dan serangan seksual.
"Ini jelas tidak bisa diterima dan harus diakhiri dengan segera," kata Guterres.
Lebih dari 500.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke negara tetangga Bangladesh untuk menghindari gelombang kekerasan di Rakhine. Kekerasan dipicu oleh serangan milisi Rohingya yang dibalas dengan operasi militer, yang dikatakan PBB sebagai pembersihan etnis.
Baca Juga
Guterres mendesak pemerintah Myanmar mengakhiri operasi militer dan membolehkan akses tak terbatas untuk menyaluran bantuan kemanusiaan agar warga Rohingya bisa kembali ke Rakhine dengan selamat.
"Realitas di lapangan membutuhkan tindakan, tindakan yang cepat, untuk melindungi orang-orang, menghilangkan penderitaan, mencegah instabilitas, dan mengatasi akar masalah yang ada," ujar Guterres sebagaimana dikutip BBC.com, Jumat (29/9/2017).
Dia memperingatkan kekerasan sistemis di Rakhine bisa memburuk dan menambah jumlah pengungsi Rohingya.
Pidato ini disampaikan setelah beberapa jam sebelumnya setidaknya 14 perempuan dan anak-anak Rohingya tenggelam ketika perahu yang mereka tumpangi tenggelam di lepas pantai Bangladesh.