Kabar24.com, MATARAM -- Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat mengharapkan komoditas rumput laut bisa menjadi salah satu komoditas andalan ekspor NTB.
Hal tersebut guna meningkatkan taraf hidup dan pendapatan masyarakat pesisir pantai yang sebagian besar bergantung dari hasil laut.
Sekretaris Daerah Provinsi NTB Rosiady Sayuti mengatakan rumput laut merupakan komoditas yang saat ini tengah digenjot pemerintah daerah melalui program PIJAR (Sapi, Jagung, dan Rumput Laut).
Dengan fokus pada komoditas tersebut, diharapkan mampu mengurangi kemiskinan yang banyak dialami oleh masyarakat pesisir.
"Ini merupakan bentuk kontribusi terhadap masyarakat, sehingga bisa mengatasi masalah kemiskinan yang selama ini menjadi concern bersama," ujar Rosiady di Mataram, Rabu (13/9/2017).
Selama ini, NTB dikenal sebagai salah satu daerah penghasil rumput laut. Hasil tersebut banyak dijual untuk keperluan ekspor ke China.
Baca Juga
Sayangnya, belum ada pengolahan lebih lanjut untuk rumput laut tersebut, sehingga harga yang didapat petani masih belum bisa meningkat.
NTB mampu menghasilkan 1 juta ton rumput laut basah setiap tahunnya. Jika diolah menjadi rumput laut kering dihasilkan sebanyak 125 ribu ton per tahun.
Harga jual rumput laut kering ditingkat pengumpul senilai Rp12.000 per kilogram. Dua daerah penghasil rumput laut di NTB yaitu Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Tengah.
Ada 10 sentra minapolitan rumput laut di NTB, yakni di Pulau Lombok, meliputi Desa Pengantap, Kabupaten Lombok Barat, dengan potensi 600 hektare, Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah dengan potensi sekitar 200 hektare.
Selain itu, sentra minapolitan rumput laut di Kabupaten Lombok Timur, masing-masing Teluk Ekas dengan potensi 400 hektare dan Teluk Serewe dengan potensi 800 hektare, serta di Teluk Awang dengan potensi 400 hektare.
Sementara sentra minapolitan rumput laut di Pulau Sumbawa, berada di Kertasari Kabupaten Sumbawa Barat dengan potensi 400 hektare, Labuhan Mapin, Kabupaten Sumbawa dengan potensi 300 hektare, di Kecamatan Terano dengan potensi 2.000 hektare.
Ada juga di Kuangko, Kabupaten Dompu dengan potensi mencapai 800 hektare, dan di Waworada, Kabupaten Bima, dengan potensi mencapai 2.000 hektare.