Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menjauhkan Tangan Anak-Anak dari Rantai Pasok Tembakau

Kian lama industri rokok kian menjadi dilema tersendiri bagi Indonesia. Di satu sisi, republik ini mulai mencelupkan diri ke dalam kampanye global untuk membinasakan rokok. Namun, di sisi lain dependensi kas negara terhadap kontribusi cukai rokok begitu masif.nn
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (24/8)./Antara-Anis Efizudin
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (24/8)./Antara-Anis Efizudin

Bisnis.com, JAKARTA - Kian lama industri rokok kian menjadi dilema tersendiri bagi Indonesia. Di satu sisi, republik ini mulai mencelupkan diri ke dalam kampanye global untuk membinasakan rokok. Namun, di sisi lain dependensi kas negara terhadap kontribusi cukai rokok begitu masif.

Tahun ini saja, penerimaan negara dari cukai rokok diharapkan mencapai 11,72% dari total penerimaan negara 2017. Angka tersebut setara dengan kontribusi senilai Rp149,8 triliun dari industri berbasis tembakau tersebut.

Industri rokok, dari hulu ke hilir, memang lekat dengan kontroversi. Akan tetapi, salah satu yang jarang mendapatkan perhatian serius adalah masalah eksploitasi anak di perkebunan tembakau.

Ribuan anak Indonesia yang terjerembab ke dalam rantai pekerja di bawah umur perkebunan tembakau seolah luput dari sorotan. Minimnya upaya perusahaan rokok untuk menelusuri rekam jejak tembakau yang bebas eksploitasi anak adalah salah satu pemicunya.

Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) mencatat Indonesia adalah negara penghasil tembakau terbesar kelima di dunia dengan total lebih dari 500.000 pertanian tembakau.

Tidak ada kepastian soal berapa jumlah tenaga kerja anak yang dieksploitasi di perkebunan tembakau. Namun, ILO melaporkan lebih dari 1,5 juta anak usia 10—17 tahun bekerja di berbagai sektor pertanian di Indonesia.

Sebelumnya, Human Rights Watch (HRW) juga mengadakan penelitian di provinsi-provinsi produsen tembakau terbanyak, yaitu; Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tim peneliti organisasi tersebut mewawancari 227 orang, termasuk 132 buruh anak berusia 8—17 tahun, yang sebagian besar mulai bekerja sejak berusia 12 tahun sepanjang musim tanam di lahan-lahan kecil tembakau yang dikelola oleh keluarga atau tetangga mereka.

Ketua peneliti HRW, Margareth Wurth, mengungkapkan anak-anak yang menjadi pundi-pundi uang di perkebunan tembakau itu hidup dengan paparan nikotin, bahan kimia beracun, benda tajam, mengangkat beban berat, dan bekerja di cuaca panas ekstrim.

“Separuh anak-anak yang kami wawancarai mengeluh mual, muntah, sakit kepala, atau pusing; semua gejala yang konsisten dengan keracunan nikotin kronis karena penyerapan nikotin melalui kulit mereka,” jelasnya.

Mayoritas buruh anak di perkebunan tembakau ditengarai bekerja di luar jam sekolah. Namun, itu tidak berarti sebagian besar dari mereka tidak terganggu jam sekolahnya. Pekerjaan di kebun tembakau kerap kali mengusik jadwal belajar mengajar mereka.

RANTAI PASOK

Salah satu hal yang menjadi kendala upaya mengakhiri eksploitasi anak di perkebunan tembakau adalah sulitnya menelusuri keabsahan jejak tembakau akibat rantai pasok yang berbelit-belit.

Mayoritas tembakau di Tanah Air dibeli dan dijual di pasar terbuka melalui pedagang/perantara. Tembakau-tembakau itu sebelumnya telah melewati banyak tangan sebelum dibeli oleh perusahaan-perusahaan rokok nasional dan multinasional.

Perusahaan-perusahaan rokok besar yang masih membeli tembakau di pasar bebas Indonesia mencakup PT Djarum, PT Gudang Garam Tbk., PT Nojorono Tembakau Internasional, PT Bentoel International Investama Tbk., dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.

“Ketika perusahaan-perusahaan rokok bahkan tak tahu dari mana [asal] tembakau yang mereka beli, mereka tak punya cara untuk memastikan buruh anak tak punya risiko kesehatan dalam memproduksi tembakau,” kata Margareth.

Bagaimanapun, sebagian dari perusahaan-perusahaan rokok itu telah melakukan penelusuran dan langkah-langkah untuk mencegah keterlibatan buruh anak dalam rantai pasok tembakau mereka. Salah satunya seperti yang dilakukan Sampoerna.

Untuk melindungi dan mencegah keterlibatan anak-anak dalam aktivitas di pertanian dan pengolahan daun tembakau, perusahaan tersebut menginisiasi program Rumah Pintar di Desa Kabar, Lombok Timur, NTB.

Dengan membidik salah satu wilayah penghasil tembakau terbesar di Indoensia, program tersebut dijalankan dengan menyediakan pelayanan pendidikan dan pengembangan keterampilan kepada anak-anak usia 7—14 tahun di luar jam sekolah.

Program tersebut ditujukan untuk mendorong peningkatan pengetahuan melalui penyediaan perpustakaan, kursus bahasa Inggris, kursus komputer, dan bimbingan belajar matematika, pengembangan bakat dan keterampilan melalui seni tradisional, drumband, kelas berenang, olah raga, serta fasilitas permainan kreatif.

“Ini adalah upaya kami untuk mencegah pekerja di bawah umur dengan menyediakan sarana aktivitas bagi anak-anak usia sekolah. Kami bekerjasama dengan Lembaga Transform, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, UPTD Dinas Pendidikan Tingkat Kecamatan, Kepala Sekolah, dan unsur pemerintahan desa,” jelas Head of Stakeholders, Regional Relations & CSR Sampoerna Ervin Laurence Pakpahan.

Direktur Lembaga Transform Suyono menambahakn kegiatan layanan dilakukan setiap hari pukul 14:30—17:30 WITA, kecuali hari Jumat. Masing-masing program layanan didampingi oleh mentor/guru dari desa setempat. Setiap desa didampingi 5 guru dan 2 pengelola.

“Program ini merupakan kelanjutan uji coba Rumah Pintar pada 2016 di Desa Jantuk dan Desa Padamara. Tahun ini, program dilanjutkan dengan penambahan dua desa, yaitu Desa Kabar Kecamatan Sakra dan Desa Batu Putik Kecamatan Keruak,” imbuhnya.

Dibutuhkan program yang tepat untuk mengisi waktu anak-anak di lumbung-lumbung tembakau agar tidak dieksploitasi sebagai buruh. Sebab, hak mereka untuk bertumbuh sebagai penerus bangsa yang berpendidikan telah dijamin oleh undang-undang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper