Kabar24.com, JAKARTA— Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Fahri Hamzah menilai hukum pemberantasan korupsi yang berlaku di Indonesia saat ini liar dan cenderung berpotensi menghambat pembangunan.
Fahri mengatakan, pemerintah perlu mendorong konsolidasi dari lembaga penegak hukum, khususnya di bidang pemberantasan korupsi.
Menurutnya, terlalu banyaknya delik hukum terkait korupsi menyababkan hampir tidak ada pejabat, termasuk di daerah-daerah, yang merasa tenang dalam mengambil keputusan karena takut terkriminalisasi.
Akibatnya, banyak pejabat memilih jalur aman dengan tidak mengambil keputusan penting untuk pembangunan, terutama di daerah-daerah. Fahri mencatat sedikitnya masih ada Rp250 triliun dana pemerintah daerah yang tersimpan di bank.
Dana yang antara lain berasal dari dana transfer daerah dan dana desa tersebut seharusnya digunakan untuk pembangunan daerah. Namun, pejabat daerah takut mengeksekusinya akibat ancaman temuan auditor.
“Reformasi hukum kita harus berjalan. Jangan beri pintu pada kriminalisasi, termasuk pada pejabat. Jangan membuat hukum yang membuat pejabat pasti salah kalau jadi pimpro [pimpinan proyek],” katanya usai mengikuti rapat penyampaian rancangan APBN 2018 dan Nota Keuangan oleh Presiden, Rabu (16/8/2017).
Baca Juga
Fahri mengatakan, rencana pemerintah untuk mengalokasikan dana transfer daerah dan dana desa hingga Rp761,1 triliun dalam Rancangan APBN 2018 yang baru disampaikan pemerintah justru berpotensi kontraprodukti bila pejabat daerah masih merasa tidak aman.
Hal tersebut justru akan menyebabkan perlambatan ekonomi. Apalagi, bila untuk membiayai dana daerah tersebut pemerintah juga mengandalkan utang dan mencabut subsidi.
“Roda ekonomi dan roda kehidupan akan berjalan kalau ada kepastian hukum dan jaminan keamanan. Itu yang harus dijaga pemerintah sehingga kita semua bisa tenang hidup di negara yang aman,” kata Fahri.