Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KORUPSI DANA DESA : Pengawasan Masyarakat Paling Efektif

Peran aktif masyarakat dianggap paling efektif dalam melakukan pengawasan penggunaan dana desa yang jumlahnya selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Dana desa/Ilustrasi
Dana desa/Ilustrasi

Kabar24.com, JAKARTA- Peran aktif masyarakat dianggap paling efektif dalam melakukan pengawasan penggunaan dana desa yang jumlahnya selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengatakan berdasarkan kajian yang dilakukan oleh lembaganya agar korupsi dana desa bisa diminimalisasi, semua pemangku kepentingan mengenai desa perlu melakukan beberap hal yakni melakukan penguatan fungsi pengawasan formal dan nonformal.

“Peran serta masyarakat adalah pengawasan yang kami yakin paling efektif sehingga penting dijamin implementasinya,” tuturnya.

Dia mengungkapkan, pada Pasal 68 Undang-undang No.6/2014 tentang Desa telah mengatur hak dan kewajiban masyarakat desa untuk mendapatkan akses dan diklibatkan dalam poembangunan desa. Pelibatan masyarakat menjadi faktor yang paling mendasar karena merekalah yang mengetahui kebutuhan desa dan secara langsung menyaksikan jalannya pembangunan desa.

Selain pelibatan peran masyarakat dalam melakukan pengawasaan dana desa, keberadaan Badan Perwakilan Daerah (BPD) perlu dimaksimalkan dalam menyerap aspirasi dan mengajak masyarakat terlibat aktif dalam pembangunan desa, mulai dari pemetaan kebutuhan, perencanaan, pengelolaan hingga pertanggungjawaban.

Selain pengawasan masyarakat, menurutnya pengawasan formal perlu dioptimalkan termasuk melalui Satuan Tugas Dana Desa yang dibentuk oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang juga berwenang melakukan penguatan kapasitas pendamping dan kepala desa.

“Kementerian Dalam Negeri juga mesti memperkuat kapasitas perangkat desa karena kehadiran dana desa yang besar mesti ditunjang dengna kualitas SDM yang baik. Tidak tertuutp kemungkinan maraknya korupsi terjadi karena ketidaktahuan dan keketidakmampuan perangkat desa dalam mengelola anggaran.

Pada sisi lain perlu dibentuk inisiatif bersama antara pemeirntah dan masyarakat sipil untuk menyinergikan inisiatif maupun inovasi yang lahir guna mengawal dana desa. Sejauh ini, paparnya, telah lahir pelbagai invoasi seperti Open Data Keuangan Desa. Inisiatif tersebut menurutnya dapat bersumbangsih bagi perbaikan tata kelola desa sekaligus mencegah korupsi.

Di lain pihak, penegakan hukum perlu dilakukan secara tegas guna memberikan efek jera. Dengan dmeikian, perlu ada koordinasi yang baik antara Kejaksaan, Kepolisian yang memiliki struktur hingga ke tingkat kabupaten, serta KPK.

“Sebagai pemberian efek jera untuk pelaku, selain dipidana, maka sebaiknya pemerintah daerah melakukan pemberhentian kepada perangkat desa yang terbukti melakukan praktik korupsi. Pemecatan juga sebaiknya dilakukan terhadap camat yang melakukan pemotongan penyaluran dana desa,” tuturnya.

Peneliti ICW lainnya, Kurnia Ramadhana mengungkapkan pihaknya mengindentifikasi 7 bentuk korupsi yang umumnya dilakukan pemerintah desa yakni penggelapan, penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, punguran liar, penggelembungan anggaran, laporan fiktif dan pemotongan anggaran serta suap.

“Kalau modus, kami mencatat ada 12 pola seperti membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, pungutan atau pemotongan anggaran dana desa olah oknum pejabat kecamatan dan kabupaten,” paparnya.

Semuanya itu terjadi karena kurangnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan dana desa. Akses masyarakat untuk mendapatkan informasi pengelolaan dana desa sering dibatasi.

Faktor lainnya terbatasnya kompetensi perangkat desa dalam hal teknis pengelolaan dana desa, pengadaan barang dan jasa serta penyusunan pertanggungjawaban keuangan desa di samping minimnya peran lembaga pengawas di tingkat desa yakni BPD.

Berdasarkan catatan ICW, sejak 2015 hingga Semester I 2017, ada 110 kasus korupsi anggaran desa (dana desa, alokasi dana desa dan pendapatan desa) yang telah diproses oleh penegak hukum dan diduga melibatkan 139 pelaku dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp30 miliar.

Dari segi aktor, 107 dari 139 pelaku merupakan kepala desa. Aktor lainnya yakni 30 0perangkat desa dan istri kepala desa sebanyak 2 tersangka.

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan dana desa sebenarnya jauh lebih kecil dibandingkan jumlah penerima dana desa yang mencapai 74.910 desa.

Meski dmeikian, dia mengaku tetap melakukan koordinasi dengan berbagai pihaknya, khususnya Kementerian Dalam Negeri untuk menyempurnakan berbagai kekurngan yang mungkin terjadi dalam pengelolaan dana desa.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper