Bisnis.com, ANKARA - Presiden Turki Tayyip Erdogan pada Senin (7/8/2017) menuduh Jerman membantu teroris dengan tidak menanggapi ribuan dokumen yang dikirim ke Berlin atau menyerahkan tersangka yang diinginkan oleh pihak berwenang Turki.
"Jerman bersekongkol dengan teroris," kata Erdogan dalam sebuah konferensi pers di Provinsi Rise, di Laut Hitam, dalam komentar yang kemungkinan akan meningkatkan ketegangan antara kedua negara.
"Kami memberi (Kanselir Jerman Angela) Merkel 4.500 berkas, namun belum mendapat jawaban satu pun dari mereka," katanya kepada anggota Partai AK yang berkuasa.
"Bila ada teroris, mereka bisa memberi tahu kita untuk mengirim pulang orang itu. Anda tidak mau mengirim yang Anda miliki kepada kami, tapi dapat meminta kami untuk memberikannya kepada Anda. Jadi Anda memiliki hak, tapi kami tidak di Turki? " kata dia.
Di Berlin, sebuah sumber pemerintah Jerman membantah pernyataan terbaru dari Erdogan.
"Semuanya telah benar-benar dikatakan tentang ini," kata sumber tersebut. "Mengulangi tuduhan yang sama berulang-ulang tidak membuat mereka lebih benar." Hubungan yang sudah tegang memburuk lebih jauh bulan lalu setelah Turki menangkap 10 [egiat hak asasi manusia, termasuk seorang warga negara Jerman, sebagai bagian dari tindakan keras keamanan yang lebih luas.
Seorang jaksa Turki menuduh mereka memiliki hubungan dengan jaringan ulama Muslim Fethullah Gulen, yang oleh Ankara dipersalahkan atas kudeta yang gagal pada Juli 2016. Gulen yang tinggal di Amerika Serikat membantah keterlibatan apapun.
Turki menuduh Jerman melindungi milisi Kurdi dan milisi sayap kiri jauh serta perwira militer dan orang-orang lain yang terkait dengan kudeta yang gagal tersebut. Berlin membantah tuduhan tersebut.
Ketegangan antara Berlin dan Ankara sudah cukup tinggi setelah penangkapan seorang wartawan Turki-Jerman dan penolakan Turki untuk mengizinkan anggota parlemen Jerman mengunjungi tentara di sebuah pangkalan udara Turki.
Sementara itu, pada Senin (17/7) Turki memperpanjang pemerintahan dalam keadaan darurat selama tiga bulan lagi, hampir setahun setelah diberlakukan setelah kudeta militer yang gagal pada Juli lalu.
Pemerintah meminta parlemen memperpanjangnya untuk ke empat kali dan proposal tersebut disetujui oleh majelis. Partai AK yang dipimpin Presiden Tayyip Erdogan memiliki suara mayoritas di parlemen.
Perpanjangan pemerintahan darurat itu berlangsung setelah acara-acara pada akhir pekan yang diselenggaraan untuk menandai kudeta gagal yang menewaskan sekitar 250 orang, sebagian besar warga sipil yang tak bersenjata.
Sejak keadaan darurat diberlakukan pada 20 Juli tahun lalu, lebih 50.000 orang telah ditangkap dan 150.000 dipecat dalam operasi penumpasan. Para penentang Erdogan menyatakan operasi itu telah mendorong Turki ke arah pemerintahan yang otoriter.
Pemerintah menegaskan bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk menghadapi tantangan keamanan yang dihadapi Turki dan mengikis hingga ke akar-akarnya para pendukung Fethullah Gulen.