Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan mengajukan banding terkait dengan putusan pengadilan atas kasus korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan badan penegak hukum itu mengajukan banding karena menurut ada sejumlah fakta-fakta di persidangan baik itu keterangan saksi atau bukti bukti yang belum dipertimbangkan oleh hakim, sehingga ada beberapa nama yang belum muncul di putusan di tingkat pertama tersebut.
“Dalam proses banding ini kita berharap nantinya hakim di tingkat yang lebih tinggi baik di pengadilan tinggi bahkan hingga di Mahkamah Agung mempertimbangkan secara lebih komprehensif, sehingga kita bisa tahu siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus e-KTP ini termasuk sejumlah indikasi aliran dana kepada sejumlah pihak,” paparnya pada Senin (7/8/2017).
Dalam persidangan 20 Juli 2017, dua terdakwa korupsi pengadaan KTP elektronik divonis masing-masing 7 dan 5 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Majelis hakim yang dimpimpin oleh John Halasan Butarbutar menyatakan bahwa terdakwa I, Irman, mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri 2011-2013 dinyatakan bersalah sehingga divonis hukuman penjara selama 7 tahun dan denda Rp500 juta subsider kurungan selama 6 bulan.
“Menjatuhkan hukuman kepada erdakwa II Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen divonis hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp400 juta subsider kurungan 6 bulan penjara,” paparnya.
Kepada para terdakwa juga dijatuhkan hukuman pidana tambahan kepada Sugiharto berupa mengembalikan uang sebesar US$500.000 dikurangi pengembalian uang sebesar US$300.000dan Rp50 juta yang telah dilakukan sebelum persidangan.
Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap atau inkracht terdakwa tidak bisa mengembalikan uang tersebut, maka jaksa berhak menyita harta benda milik terdakwa untuk selanjutnya dilelang.
Jika harta benda tersebut dianggap tidak mencukupi maka terdakwa harus menjalani hukuman penjara selama 2 tahun.
Sementara itu, terdakwa II dikenakan hukuman pidana tambahan yakni mengembalikan uang sebesar US$50.000 dikurangi pengembalian uang US$30.000 yang telah dilakukan sebelum pelaksanaan sidang, serta mobil Honda Jazz seharga Rp150 juta.
Mirip seperti Irman, jika tidak bisa memenuhi ketentuan tersebut maka Sugiharto akan dikenakan hukuman penjara selama 1 tahun.
Menurut majelis hakim, hal-hal yang memberatkan para terdakwa yakni perbuatan para terdakwa bertentangan dengan upaya pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan korupsi, merugikan negara dan masyarakat pada umumnya lantara KTP elektronik merupakan program penting strategis dan perbuatan para terdakwa berdampak pada masyarakat luas di mana masih banyak warga yang hingga saat ini belum memliki KTP elektronik.
Adapun hal-hal yang meringankan para terdakwa yakni bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, megakui perbuatannya, mengembalikan sebagian uang terkait hasil korupsi dan mengajukan diri sebagai justice collabolator yang juga disetujui oleh majelis hakim.
Dalam amar putusan, majelis hakim menilai kedua terdakwa terkait erat dalam upaya penerimaan dan pemberian gratifikasi dalam proses penganggaran proyek KTP elektronik di DPR pada 2011-2013.
Mereka juga terbukti terlibat melakukan upaya mengarahkan atau sengaja memenangkan konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Majelis hakim menilai terjadi kolusi yang dilakukan oleh kedua terdakwa bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong, pihak swasta yang menalangi anggaran pembahasan di DPR, serta Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, untuk memenangkan pihak tertentu dalam tender proyek.