Kabar24.com, JAKARTA--Kementerian Agama menyebutkan salah satu tantangan utama pendidikan agama islam saat ini ialah kekurangan guru agama.
Kekurangan guru agama membuat pengajaran agama islam tidak ditangani oleh orang yang paham sehingga berpotensi untuk intoleran.
Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin mengatakan jumlah angka guru yang dibutuhkan sangat banyak.
"Data kami, kira-kira sekitar 21.000 kekurangan guru agama Islam di sekolah,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (03/07/2017).
Kamaruddin menilai hal itu menjadi problem mendasar karena jika guru agamanya kurang, berarti pengajar agama di sekolah selama ini bukan ahli agama.
Baca Juga
Hal itu bisa menjadi potensi masuknya pemahaman radikal dan intoleran.
"Agama tidak boleh diajarkan orang yang bukan ahlinya. Sebab, ketika guru agama diajarkan oleh yang bukan ahlinya, maka di situ ada potensi pemahaman keagamaan intoleran, potensi radikalisme, potensi missleading yang sangat besar. Karena pemahaman keagamaannya sangat tanggung," imbuhnya.
Dia berpendapat masalah kekurangan guru agama ini harus diatasi segera dan secara fundamental. Sebab, proses pembelajaran agama tidak mungkin menghasilkan out put bagus kalau guru ahlinya tidak ada, kurang, dan apalagi bersifat massif.
"Kalau saat ini kekurangan 21.000 guru agama, maka kira-kira kasaranya ada sekitar 20.000 sekolah yang tidak punya guru agama. Itu kan massif dan itu sangat fundamental. Kalau itu tidak diatasi, maka kita tidak bisa berbicara banyak,”tambahnya.
Dia menjelaskan salah satu solusi yang disiapkan ialah mengangkat guru. Saat ini, Kemenag telah bersurat kepada beberapa pihak terkait untuk mengatasi masalah kekurangan guru agama.
"Solusinya diangkat guru. Menag sudah bersurat kepada Kemendagri, Kemendikbud, Gubernur dan Bupati di seluruh Indonesia, serta Kemenpan dan lembaga terkait untuk mengatasi persoalan ini dulu,”tutur Kamaruddin.
Menurutnya, Pemda harus mengangkat guru agama yang berlatarbelakang pendidikan agama, meski statusnya tidak harus PNS. Pemda bisa mengidentifikasi sekolah mana saja yang kekurangan, karena sekolah menjadi kewenangannya.
Kalau masalah kekurangan guru ini dibiarkan, lanjut Kamaruddin, hal itu sangat berpotensi untuk dikapitalisasi pihak-pihak yang mempunyai agenda diseminasi ajaran agama yang radikal.
Sebab, jika agama diajarkan oleh mereka yang beraliran keras maka pendidikan agama di sekolah akan berkontribusi signifikan dalam penetrasi radikalisme.
"Ini salah satu yang harus diwaspadai. Agama harus diajarkan oleh sarjana agama, bukan sarjana non-agama,” tandasnya.