Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menginginkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan terlibat melakukan pendampingan terhadap aparat pengawas internal pemerintah atau APIP.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan pembahasan penguatan APIP di daerah bersama Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Kementerian Dalam Negeri.
“Dalam pelaksanaan di lapangan gubernur bisa gandeng BPKP. Kami lihat BPKP punya kemampuan dan kapasitas dari sisi SDM,” paparnya, Rabu (21/6/2017).
Marwata melanjutkan, selain pertimbangan kapasitas SDM, pelibatkan BPKP juga dikarenakan lembaga itu dianggap memiliki independensi dalam melakukan pengawasan sekaligus lebih profesional karena tidak berada di bawah struktur pimpinan daerah.
Penguatan APIP di daerah dipandang penting karena aparatur tersebut berfungsi melakukan pendeteksian kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur daerah, termasuk oleh pucuk pimpinan tertinggi di daerah tersebut.
Meski demikian, tidak jarang APIP enggan melakukan pengawasan terhadap pemimpin tertinggi di daerah karena secara struktural APIP diangkat oleh pimpinan daerah tersebut. Tidak hanya itu, APIP juga sering terkendala permasalahan anggaran yang tidak mencukupi.
Baca Juga
Asisten Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Didid Noordiatmoko, menyampaikan bahwa peran APIP di daerah dalam memberi peringaran dini dinilai masih kurang.
Kedudukan serta peran APIP yang setara dengan kepala dinas lainnya bahkan di bawah Sekretaris Daerah (Sekda) membuat peran APIP hanya sebagai pelengkap semata. Saat ini, lanjutnya, APIP hanya bertanggung jawab kepada Kepala Daerah saja, hal ini tentunya membuat independensi APIP menjadi tidak optimal.
“Saat ini kami tengah memperbaiki kebijakan tentang pengawasan terutama terkait penguatan peran APIP. Kami akan mencoba memperbaiki kebijakan yang memungkinkan kedudukan APIP lebih baik dan optimal,” ujarnya.
Ia menjelaskan terdapat beberapa pilihan dalam rangka memperkuat peran APIP. Opsi pertama, APIP di daerah akan bertanggung jawab langsung kepada APIP pusat, sehinggga setiap potensi penyimpangan dapat segera terdeteksi dan segera dilaporkan ke pusat. Dengan demikian langkah-langkah koreksi secepatnya dapat dilakukan.
Opsi kedua, APIP menyampaikan laporan tidak hanya kepada Kepala Daerah, tetapi ditujukan juga kepada APIP pusat. Kedua opsi ini membutuhkan persyaratan agar penempatan pimpinan APIP di masing-masing daerah selain ditetapkan oleh Kepala Daerah, juga harus disetujui oleh APIP nasional dengan mengacu pada beberapa persyaratan profesional.
Adapun opsi ketiga, pilihan yang juga merupakan usulan Kemendagri bersama KPK adalah, APIP di Provinsi diangkat oleh Mendagri sementara di kabupaten/kota oleh Gubernur.
“Dari ketiga opsi terebut, memang kami akan menempatkan APIP untuk dapat melakukan pengawasan kepada Kepala Daerah secara langsung. Kami sedang mengkaji berbagai opsi tersebut, mana yang paling efektif untuk meningkatkan peran APIP,” imbuh Didiet.
Untuk diketahui kegiatan utama APIP meliputi audit, review, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi, asistensi dan konsultasi. Selain itu APIP berkewajiban menindaklanjuti pengaduan masyarakat, seperti hambatan, keterlambatan, dan/atau rendahnya kualitas pelayanan publik, kemudian penyalahgunaan wewenang, tenaga, uang, dan aset atau barang milik negara/daerah.