Kabar24.com, MEULABOH - Pelarangan penggunaan alat tangkat berdampak jerat hukum bagi para nelayan. Hal itu antara lain menimpa enam nelayan di Kabupaten Aceh Barat.
Terkait hal itu, Komunitas Nelayan Tradisional (Kontan) Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh meminta Kejaksaan menghentikan proses hukum enam nelayan yang ditangkap karena diduga menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan.
Koordinator Kontan Aceh Barat Indra Jumpa, di Meulaboh, Kamis (4/5/2017), mengatakan, nelayan mestinya bukan dihukum melainkan didampinggi sesuai surat edaran Kementrian Kelautan dan Perikan (KKP) nomor B.1/SJ/PL.610/2017 tentang pendampingan penggantian alat penangkapan ikan yang dilarang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
"Pemerintah pada 2017 telah mengeluarkan surat edaran kewajiban kepala daerah serta unit pelaksana teknis mengambil langkah pendampingan terhadap nelayan selama enam bulan sejak edaran tersebut dikeluarkan, kenapa nelayan ditangkap," katanya.
Petunjuk dalam eradaran tersebut memerintahkan Gubernur/Bupati maupun pelaksana teknis pengelola sektor kelautan membentuk kelompok kerja penangganan penggantian alat penangkapan ikan yang melibatkan kementian/lembaga terkait.
Kemudian merelokasi daerah penangkapan ikan, mempercepat proses perizinan Alat Tangkap Ikan (API) yang di izinkan, memfasilitasi pelatihan penggunakaan API pengganti, tidak menerbitkan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) baru untuk API yang dilarang.
Baca Juga
Indra Jumpa menyampaikan, sejak edaran tersebut dikeluarkan pemerintah pusat, artinya semua pihak diminta untuk menaati aturan yang sudah diterbitkan pemerintah dan menyerahkan kewenangan sesuai petunjuk aturan itu terkait proses penyelesaiannya.
"Sesuai prosedur sudah jelas, selama proses penggantian alat tangkap nelayan itu dibina, bukan ditangkap. Atas dasar hukum ini kami nelayan tradisional mendesak pihak Kejaksaan Negeri Meulaboh Aceh Barat menghentikan proses hukum," tegasnya.
Polisi Pengairan Polda Aceh menangkap nelayan bersama enam unit armada dan alat tangkap di perairan laut Aceh Barat pada 28 Maret 2017. Para nelayan itu diduga menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan, enam di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Setelah penetapan sebagai tersangka, kasus tersebut sudah dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Aceh Barat dan nelayan saat ini menjadi tahanan Kejaksaan. Para nelayan tersebut mendapat pendampingan kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Pos Meulaboh.
"Sebagai kuasa hukum, kami mendesak pihak Kejaksaan Negeri Aceh Barat untuk menghentikan penuntutan terhadap enam nelayan dan menerbitkan surat pemberitahuan penghentian penuntutan," kata Koordinator YLBHI Pos Meulaboh, Herman.
Ia menilai penangkapan dan penetapan sebagai tersangka enam orang nelayan tersebut merupakan tindakan unprosedural dan bertentangan dengan hukum serta rasa keadilan, sebab ada dasar hukum bisa membebaskan nelayan dari semua tuntutan, kata Herman didampinggi LSM dari KPW SMUR Aceh Barat serta sejumlah perwakilan nelayan.