Kabar24.com, JAKARTA - Kasus pemerasan yang dilakukan seorang perwira Polri kepada terpidana mati kasus narkoba diminta segera dilimpahkan ke kejaksaan.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menyatakan Polri tidak perlu menunda-nunda lagi untuk meneruskan ke penuntut umum terkait kasus perwira menengah berinisial KPS diduga memeras terpidana mati kasus narkoba Chandra Halim alias Akiong.
Jika kepolisian sudah ada alat bukti yang kuat, tidak perlu menunda-nunda lagi untuk diteruskan ke penuntut umum, katanya, di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
"Jangan dengan alasan karena kesibukan menjadi peluang untuk olah mengolah pasal yang cenderung mengarah pada upaya untuk meringankan atau tujuan lain yang tidak sejalan dengan usaha keterbukaan Polri dalam memproses perkara dengan cepat," katanya lagi.
Sebelumnya, Propam dan Bareskrim Mabes Pori masih memproses pemeriksaan terhadap perwira menengah berinisial KPS yang diduga memeras terpidana mati kasus narkoba bernama Chandra Halim alias Akiong.
"Statusnya terperiksa di Propam dan Bareskrim. Proses pemeriksaannya berjalan simultan baik di Propam dan Tipikor," kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar.
Ia menambahkan, saat ini pamen KPS itu masih nonjob.
Polri menemukan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh seorang perwira menengah polisi berinisial KPS yang diduga memeras terpidana mati kasus narkoba bernama Chandra Halim alias Akiong.
Indikasi ini ditemukan oleh Tim Pencari Fakta Gabungan (TPFG) bentukan Polri ketika tim ini tengah mengusut kebenaran isu aliran dana dari terpidana mati mendiang Freddy Budiman kepada pejabat Polri.
"Soal aliran dana dari Akiong ke seorang pamen sedang diusut Propam Polri. Aliran dananya Rp668 juta. Itu bukan dari Freddy Budiman," kata anggota TPFG Effendi Gazali.
Gerakan Nasional Antinarkotika (Granat) meminta kepolisian untuk terbuka dalam proses pemeriksaan terhadap oknum kepolisian yang terlibat dalam pemerasan kasus narkoba.
"Tentunya polisi harus terbuka soal pemeriksaan itu," kata Dewan Pendiri Granat Henry Yosodiningrat.
Ia menyebutkan jika tertutup dalam pemeriksaan, oknum yang terlibat pemerasan kasus narkoba itu akan menjadi penghambat kinerja kepolisian dalam memberantas narkoba.
Apalagi jika TPFG telah menyebutkan temuan adanya oknum kepolisian yang terlibat dalam pemerasan itu.
Pada pertengahan 2016, curhatan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar soal banyak keterlibatan oknum dalam kasus Freddy Budiman diketahui Presiden Joko Widodo.
Presiden sudah mengetahui tentang pernyataan Haris soal curhatan Freddy, kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi.