Bisnis.com, JAKARTA – Para pemimpin perusahaan di dunia menyalahkan meningkatnya penggunaan mesin atas menurunnya jumlah pekerjaan selama satu dekade terakhir.
Dalam kurun waktu tersebut, pasar terbuka dan perdagangan global telah dituding sebagai hal yang menyebabkan hilangnya pekerjaan. Namun, para CEO global berpendapat bahwa penyebab sesungguhnya atas masalah tersebut adalah penggunaan mesin yang meningkat.
Di tengah diskusi para pemimpin perusahaan dalam pertemuan tahunan World Economic Forum (WEF) di Davos dalam hal produktivitas dari penggunaan teknologi, mereka mengingatkan bahwa kerugian berlanjut terhadap isu pekerjaan ini perlu ditangani lebih serius.
Teknologi seperti robot, mobil tanpa supir, artificial intelligence, dan mesin cetak 3-D ada di mana-mana sehingga lebih banyak jenis pekerjaan yang terancam.
Adidas, contohnya, berencana untuk menggunakan mesin cetak 3-D dalam pembuatan beberapa produk sepatunya.
“Pekerjaan akan hilang, juga akan berkembang, dan revolusi ini akan selalu ada serta mempengaruhi semua orang,” ujar Meg Whitman, chief executive Hewlett Packard Enterprise, seperti dikutip dari Reuters (Jumat, 20/1/2017).
Menurut laporan WEF, di saat sejumlah pendukung Donald Trump dan Brexit kemungkinan berharap kebijakan pemerintah yang baru dapat mengembalikan hilangnya pekerjaan, para ekonom memprediksi bahwa 86% dari hilangnya pekerjaan manufaktur di AS berpengaruh terhadap produktivitas.
“Ada lebih banyak pekerjaan yang hilang akibat teknologi alih-alih faktor lain. Hal ini akan meningkatkan tantangan, khususnya mengingat konteks politik,” ujar John Drzik, head of global risk pada perusahaan broker Marsh.
Dibandingkan dengan pengawasan keras terhadap imigrasi dengan memperketat perbatasan, mengambil langkah penanganan atas dampak teknologi yang menghilangkan pekerjaan kemungkinan lebih sulit dilakukan.
“Para CEO merasa sangat percaya diri bahwa kita tidak akan digantikan oleh sistem komputer. Namun saya yakin pasti akan ada saatnya!” ujar Inga Beale, CEO the Lloyd's of London.