Kabar24.com, JAKARTA - Isu makar mengiringi kabar akan adanya aksi unjuk rasa susulan pada 25 November dan 2 Desember mendatang.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini meminta Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berhati-hati dan tidak gegabah menyikapi rencana demonstrasi rakyat, apalagi dikaitkan dengan sinyalemen makar, karena salah mengambil keputusan bisa fatal akibatnya bagi stabilitas politik dan keamanan bahkan perjalanan bangsa ke depan.
"Kapolri tidak boleh gegabah mengaitkan demonstrasi yang akan digelar dengan makar. Ini tuduhan serius, pengaitan tersebut hendaknya berdasarkan informasi intelijen yang akurat dan objektif," kata Jazuli di Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Dia mengatakan, Polri lembaga penegak hukum, tuduhan tersebut tidak boleh berhenti sampai di situ tapi harus diproses dan dibuktikan.
Menurut dia, tuduhan akan terjadi makar harus bisa dibuktikan agar tidak menimbulkan keresahan publik dan memecah belah masyarakat.
"Tuduhan makar harus bisa diproses dan dibuktikan agar tidak menimbulkan keresahan publik. Jika tidak, tuduhan itu bisa politis dan liar serta memecah belah masyarakat," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR itu menilai Polri hendaknya dapat membedakan antara penyampaian pendapat di muka umum dengan tindakan makar.
Menurut dia, penyampaian pendapat di muka umum jelas dilindungi konstitusi, dirinya berharap sumber intelijen akurat dan objektif agar tidak salah dalam mengambil keputusan dan langkah.
"Saya mengingatkan bahwa efek keputusan penentu kebijakan itu sangat besar. Kalau tidak hati-hati bisa menimbulkan masalah buat rakyat dan perjalanan negara dan bangsa ke depan," katanya.
Jazuli mengingatkan agar semua pihak tidak gegabah dalam mengambil keputusan, dan harus menjaga NKRI, merah putih, Pancasila, UUD 1945 agar keutuhan bangsa tetap terjaga.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, pihaknya akan menjaga ketat aksi pada Jumat (25/11) karena aksi tersebut berpotensi berujung pada upaya penggulingan pemerintahan.
Tito mengaku mendapat informasi bahwa ada "penyusup" di balik aksi demo tersebut dan akan menduduki gedung parlemen Senayan, Jakarta.
"Kalau itu bermaksud untuk menjatuhkan atau menggulingkan pemerintah, termasuk pasal makar," ujar Tito di Jakarta, Senin (21/11).
Tito mengatakan, berdasarkan undang-undang, menguasai gedung pemerintahan merupakan salah satu pelanggaran hukum. Terlebih lagi, Tito mendapat informasi bahwa ada sejumlah rapat terkait upaya menguasai DPR.