Kabar24.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengakui ada agenda politik dari pihak tertentu di balik perkara penistaan agama yang menyeret calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Hal itu terlihat dari adanya pihak-pihak yang menginginkan Ahok mundur dari pencalonan di saat hukum tak memungkinkannya untuk mundur.
"Agenda politik itu ya ada aja tiap hari," ujar Wiranto saat dicegat di Istana Kepresidenan, Jumat (18/11/2016).
Ahok telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri terkait kasus penistaan agama. Namun, hal itu tidak membuatnya mundur dari pencalonan karena Peraturan Komisi Pemilihan Uumum melarang calon untuk mengundurkan diri dari pencalonan. Jika mengundurkan diri, maka akan dianggap melakukan tindak pidana.
Hal itu tidak memuaskan beberapa pihak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) misalnya, menyarankan Ahok tetap mundur atas pertimbangan moral. Menurut MUI, meski dilarang undang-undang, secara moral Ahok sudah tidak pas mencalonkan diri, karena obligasinya pun sudah kehilangan pijakan.
Hal ini diyakini berbagai pihak ada kepentingan politiknya. Wiranto melanjutkan, bahwa agenda politik di balik suatu tindakan sebenarnya adalah hal yang wajar. Namun, agenda politik itu harus yang bersifat konstruktif, bukan destruktif.
Agenda politik yang bersifat konstruktif adalah yang bersifat mengkritisi pemerintah dengan tujuan membangun. Sementara agenda politik yang non-konstruktif adalah agenda yang tujuannya menimbulkan kekisruhan, kegaduhan.
Wiranto tidak menuding siapa yang beragenda politik konstruktif dan mana yang tidak dalam perkara Ahok. Namun, menurut dia, sebaiknya politis-politisi yang ada saat ini sepakat untuk beragenda politik yang konstruktif saja, agar situasi politik di Indonesia tidak kembali panas usai demo 4 November yang mendesak Ahok dihukum. Lagipula, kata dia, proses hukum sudah berjalan.
"Selama tokoh politik punya tanggung jawab yang sama tentang negeri ini, punya penahaman yang sama, saya kira nggak akan ada situasi politik panas," ujar Wiranto.