Bisnis.com, JAKARTA - "Saya ingin punya baju yang banyak.”
Itulah jawaban Barli Asmara kecil ketika ditanya orangtuanya ingin jadi apa dia kelak ketika dewasa. Bahkan hingga kini pun, Barli nyaris tidak percaya cita-cita semasa kecilnya itu menjadi kenyataan, meski harus ditempuh dengan perahan keringat dan tempaan yang keras.
Mengingat masa kecilnya, perancang mode kelahiran Bandung, 3 Maret 1978 itu mengaku kerap ditentang oleh ayah dan ibunya perihal keinginannya untuk menjadi praktisi fesyen. Orangtuanya hanya berpikir, ‘Mau hidup seperti apa kamu kalau jadi desainer?!’
Barli adalah bungsu dari tiga bersaudara. Kandungan ibunya baru menginjak 7 bulan saat dia terlahir di Kota Kembang dengan bobot hanya 1,5 kilogram. Namun, sejak bayi, Barli telah menunjukkan pertanda sebagai seorang anak yang tidak mudah menyerah.
“Waktu lahir, saya harus diinkubator karena [saya bayi] prematur. Saking kurusnya saya, sampai-sampai keluarga sering khawatir. Ibu dan nenek saya sangat mencintai saya, sehingga saya lebih dekat dengan mereka ketimbang ayah saya,” tuturnya kepada Bisnis.
Jejaka berkacamata itu ingat bahwa sewaktu kecil ayahnya lebih menginginkan dia menjadi pembalap atau tentara, maupun profesi lain yang menonjolkan maskulinitas. Padahal, hati kecil Barli ingin sekali berkecimpung di dunia fesyen.
Apalagi, dia terinspirasi dari neneknya yang merupakan seorang perias pengantin Sunda dan memiliki sekolah kepribadian, serta aktif dalam berbagai organisasi kewanitaan. Bisa dibilang, Barli terlahir di tengah keluarga yang berkelimpahan secara materi.
Namun, segala fasilitas yang dibawanya sejak lahir tidak lantas membuat jalan karier pria 38 tahun itu licin. Justru, dia harus memulai dari titik nol untuk membuktikan pada kedua orangtuanya bahwa menjadi perancang mode adalah pilihan hidup yang tepat untuknya.
“Saya tergolong anak dari keluarga mampu, tetapi saya tidak difasilitasi. Perjalanan saya tidak semulus apa yang dipikir orang. Saya harus belajar sendiri untuk mandiri, survive, danstruggle supaya bisa sampai puncak,” jelasnya saat ditemui di sela-sela JFW 2017 belum lama ini.
Satu-satunya yang mendorong determinasi Barli adalah keinginan untuk mengubah pola pikir orang tuanya tentang industri fesyen. Dari sana, dia lantas menempuh pendidikan desain interior pada 1996—1998, dilanjutkan dengan studi komunikasi bisnis pada 1998.
Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa bisnis fesyen yang dikelola dengan ilmu yang baik bisa memberi keuntungan material bagi dirinya, serta manfaat bagi banyak orang. Uniknya, Barli sama sekali tidak pernah mengambil studi di sekolah fesyen selama hidupnya.
TEKUNI HOBI
Bakat otodidak Barli sebagai perancang justru dimulai dari hobinya. “Saya suka menggambar. Saat menggambar, saya merasa seperti ada aura tertentu dari tangan saya. Seperti ada magnetnya. Kalau sudah menggambar, saya tidak bisa berhenti,” akunya.
Desainer langganan Presiden Joko Widodo itu hobi sekali menggambar obyek-obyek yang dia lihat sehari-hari, mulai dari wajah orang, rumah, hingga pemandangan. Dari kegemarannya menggambar itu pula, dia menemukanpassion-nya di dunia desain.
Untuk mengejar cita-citanya, Barli memulai dengan modal hanya Rp2 juta—Rp3 juta untuk bekerjasama dengan sebuah butik milik teman sekolahnya. Dia juga menyewa rumah petakan untuk mengawali kariernya dalam membuat label busananya sendiri.
“Saya pernah juga jadi pesuruh. Saya tidak punya mobil, tidak punya kacamata banyak, tidak punya baju, tidak punya parfum, makan cuma di warteg. Namun, saya dekati orang-orang yang bisa menunjang karier saya, seperti tukang jahit dan tukang pola. Dari sanalah saya belajar tentang cara membuat baju. Itu jejak langkah awal saya.”
Pada 2000, akhirnya mimpi Barli untuk mendirikan label kesampaian. Dia mulai dikenal dengan ciri khas karyanya yang kaya detail manik-manik, mutiara, permata, rumbai, dan bulu serta permainan teknik simpul makrame, sulam, dan bordir.
Breakthru-nya di jagat fesyen nasional ditembus pada 2008 saat dia ditantang menjadi salah satu pengisi sesi peragaan busana Dewi Fashion Knights di Jakarta Fashion Week (JFW), bersanding dengan nama-nama besar. Salah satunya adalah Sebastian Gunawan.
“Waktu tim Dewi rapat redaksi, mereka bertanya-tanya, siapa Barli. Tidak ada yang mengenal saya. Namun, di ajang itu saya mempertaruhkan karier dan nama saya. Saya terdeterminasi untuk membuktikan kemampuan saya melalui karya,” tegasnya.
Sejak debutnya di lintasan runway JFW 2008 itu, nama Barli kian melejit. Berbagai undangan dan tawaran showtunggal berdatangan. Beraneka penghargaan bergengsi di dunia fesyen nasional dan internasional pun terus menghujaninya.
Namun, lagi-lagi, langkahnya terhenti ketika pada 2010 Barli didiagnosis dengan penyakit kronis yang enggan dia jabarkan lebih jauh. Absen selama dua tahun karena sakit parah, Barli tidak ingin langkahnya terhenti begitu saja karena deritanya.
“Saya terinspirasi oleh [desainer] Karl Lagerfeld. Meski usianya sudah 83 tahun, dia masih punya banyak ide dan mampu menjadi konseptor kreatif untuk rumah mode seperti Chanel atau Fendi. Kebayang enggak sih? Dia berprinsip sebelum diberhentikan, jangan pernah putus dan menghentikan sebuah cerita,” ucap Barli.
Limabelas tahun berkecimpung di jagat fesyen, tahun ini akhirnya Barli menggapai satu lagi impiannya; yaitu menerbitkan buku perjalanan kariernya. Buku berjudul Lima Belas Warsa Barli Asmara: Di Antara Gemerlap Ornamentasi itu baru akan terbit pada Desember 2016.
Dari buku itu, Barli masih ingin meneruskannya dengan berbagi ilmu bersama siswa-siswi SMK dan perguruan tinggi. Dia berencana menggelar roadshow untuk mendukung generasi muda yang ingin menjadi sukses di dunia fesyen seperti dirinya.
Bagi para pemuda yang ingin terjun ke dunia fesyen dan mengikuti jejaknya, Barli punya beberapa pesan. Menurutnya, tidak ada hal yang tidak mungkin dicapai selama kita tidak menyerahkan passion begitu saja dan terus mengasah determinasi.
“Bekerja keras, semangat, jangan andalkan idealisme untuk diri sendiri, tidak boleh egois, harus berbagi, raihlah mimpi, dan ucapkanlah dengan hal-hal positif supaya kebaikan bisa kembali kepada diri kita sendiri,” begitu nasehatnya.
Dengan segala pencapaiannya saat ini, Barli mengungkapkan masih ada beberapa proyek impian yang ingin dia wujudkan tahun depan. Salah satunya adalah menggelar pameran instalasi bertema fesyen ala museum seni selama 7 hari pada 2017.
Dia ingin pameran itu bisa mempertontonkan 15 koleksi terbaiknya, dengan penggunaan 15 teknik, dan 15 signature look. Dia berharap bisa mempersembahkan karya-karya adibusana alias avant garde terbaik sepanjang kariernya pada instalasi itu.
“Tahun depan saya juga ingin menggelar show tunggal bertema Di Antara Gemerlap Ornamentasi. Namun, saya belum menentukan waktu dan tempatnya. Jadi, saya ingin menggelar eksibisi terlebih dahulu sebagai teaser, baru ditutup dengan annual show.”
BARLI ASMARA:
Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 3 Maret 1978
Debut Label : 2002
Label : Barli Asmara Couture (fokus pada produkhandmade)
BARLI by Barli Asmara (ready to wear)
BarliAsmara Uniform (ready to wear)
B by Barli Asmara (khusus untuk busana santun/modest wear)
Aaliah Asmara (label made-by-order di Brunei Darussalam)
B Homme (khusus busana pria)
Organisasi : Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) sejak 2011
Ciri Khas Karya : Detail buatan tangan, tekstur, dan variasi teknik rumit
Prestasi (sejak 2008) : Desainer Fashion Terbaik Majalah Dewi
The Best Choice Dewi Fashion Knight
AMICA Young Talent Designer Award
ELLE Designer of the Year
The Best 20 Designer for High End Masterpiece
Kartika Magazine Best Designer of the Year
Kegiatan Lain : Pembawa acara sesi fesyen di NET TV