Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.
"Sudah 17 tahun saya tidak menjadi pejabat negara dan saya telah menjadi pejabat negara sekarang melaporkan harta kekayaan. Sekarang saya melaporkan harta kekayaan pada negara, pada 2009 saya sudah melaporkan saat menjadi calon presiden," kata Wiranto saat tiba di gedung KPK Jakarta, Jumat (7/10/2016).
Wiranto dilantik pada 27 Juli 2016 lalu sebagai hasil reshuffle Kabinet Kerja jilid II bersama dengan 12 menteri lainnya.
Ia terakhir melaporkan LHKPN di KPK pada 19 Mei 2004 sebagai calon presiden pada 2004 dengan total nilai harta adalah Rp46,215 miliar.
Harta Wiranto terdiri atas tanah dan bangunan senilai Rp26,8 miliar yang berada di 16 lokasi di Jakarta Timur, 1 lokasi di Jakarta Barat, 10 lokasi di kabupaten Bogor, satu lokasi di Jember, satu lokasi di Gorontalo, dua lokasi di kabupaten Lebak dan satu lokasi di kabupaten Bekasi.
Selanjutnya berupa alat transporasi senilai Rp1,345 miliar yang terdiri atas mobil Toyota Kijang, mobil Mishubishi L-300, dua motor Harley Davidson, mobil Toyota Avanza, mobil Toyota Alphard, mobi Audi Quatro, mobil Mitsubishi Chariot dan mobil Nissan Jeep.
Wiranto masih memiliki logam mulia dan barang antik senilai Rp7,565 miliar, surat berharga sejumlah Rp800 juta serta giro dan setara kas lainnya sejumlah Rp9,705 miliar.
Ada sejumlah peraturan yang mengatur mengenai pelaporan LHKPN yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; dan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Berdasarkan ketentuan tersebut, ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.
Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD; (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12).
Kemudian, Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek; (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Wiranto Serahkan Serahkan LHKPN ke KPK
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
2 jam yang lalu
Menakar Nasib Spektrum Frekuensi Merger FREN dan EXCL
4 jam yang lalu
Gejolak Akibat Harga Kopi Melonjak
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
2 jam yang lalu