Bisnis.com, JAKARTA - Secara sederhana, istilah coffee cupping adalah aktivitas yang merujuk pada proses mencicipi karakteristik rasa dalam segelas kopi; mulai dari acidity (keasaman), sweetness (rasa manis), bitterness (pahit), atau bahkan saltiness (rasa asin).
Kendati terdengar menyenangkan, proses mencicipi kopi ini tidak sesederhana yang dibayangkan. Adi W. Taroepratjeka, pakar kopi sekaligus seorang direktur di 5758 Coffee Lab Bandung, bahkan menyebut cupping sebagai aktivitas yang menyebalkan.
Mengapa demikian? Ketika berkunjung ke 5758 Coffee Lab beberapa waktu lalu, saya sempat merasakan apa yang dikatakan Adi. Pengalaman cupping ketika itu membuat saya mau tidak mau mengamini pernyataan Adi. Di 5758 Coffee Lab, proses cupping dimulai dengan menyajikan 25 gelas berisi biji kopi yang sudah digiling dengan jumlah yang sama dalam lima nampan berbeda. Setiap nampan mewakili satu jenis kopi tertentu.
Hal pertama yang dilakukan adalah mencium aroma kopi dalam gelas satu per satu. Itu pun tidak boleh sembarangan. Gelas tidak boleh diangkat menggunakan tangan. Sebaliknya, kita harus menunduk dan mendekatkan hidung ke mulut gelas tersebut.
Hal ini dimaksudkan agar aroma kopi tidak tercampur dengan aroma lainnya. Proses selanjutnya, setiap gelas kopi dituang dengan air panas hingga penuh. Lagi-lagi, indra penciuman diandalkan sebelum mencicipinya dengan lidah. Setelah menuntaskan penciuman untuk 25 gelas, Anda baru diperbolehkan mencicipinya.
Dengan menggunakan sendok, 25 gelas kopi diseruput satu per satu dengan suara keras untuk mengidentifikasi karakteristik rasa.
Seseorang yang sudah ahli, tentunya bisa mengetahui jenis kopi atau kecacatan biji kopi tersebut saat mencicipinya. Adi menjelaskan, cupping sebenarnya metode yang digunakan para profesional untuk melakukan standardisasi rasa.
Tidak berhenti hanya dengan mencicipi puluhan gelas kopi, para ahli juga dituntut menuangkanya penilaian tersebut ke dalam angka-angka. Ada 10 ketegori yang harus dinilai dalam segelas kopi.
Tentu saja, kegiatan ini bukanlah pekerjaan mudah. Setiap biji kopi memiliki karakteristik rasa yang unik, sedangkan lidah dan selera setiap orang juga berbeda-beda. Menuangkan rasa kopi ke dalam deretan angka membantu pencinta kopi mendefinisikan rasa ‘enak’ saat minuman tersebut tercecap lidah.
Definisi enak memang seringkali membingungkan. “Banyak yang bilang kopi Indonesia paling enak. Benarkah demikian? "Mari kita buktikan,” ujar Adi.
Adi kemudian mengajak beberapa orang di sana untuk melakukan blind tasting alias mencicipi kopi tanpa mengetahui nama dan asal kopi tersebut. Aktivitas tersebut dilakukan dalam dua sesi dengan menggunakan lima kopi yang berbeda.
Sesi pertama disediakan tiga gelas kopi dari Yunan, Sumatra Utara, dan Laos. Adapun pada sesi kedua, kopi yang disajikan berasal dari Vietnam, Garut, dan Yunan.
Dari hasil survei sederhana tersebut, kopi asal Yunan dan Vietnam rupanya menjadi favorit peserta.
Dari hasil survei tersebut, Adi juga mengajak pencinta kopi untuk mendefinisikan ulang rasa enak yang didapatkan dalam secangkir kopi. Secara kuantitas Indonesia memang salah satu penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brasil. Namun, bagaimana dengan kualitas.
“[Kenyataannya] Di kedai-kedai kopi saat ini kopi asal Vietnam atau Yunan mulai menggeser kopi dalam negeri,” tutur Adi.
PROFESI EKSLUSIF
Jika setiap kopi memiliki cita rasanya masing-masing, siapa yang berhak menentukan kualitas kopi? Q grader adalah jawabannya. Q grader ini merupakan profesi eksklusif
dalam hierarki kopi yang menjadi wasit dalam hal rasa. Seorang Q grader tidak hanya mumpuni dalam hal pengetahuan soal kopi, tetapi juga mahir menggunakan indra perasa dan penciumannya. Tidak mudah menjadi seorang Q grader.
Di Indonesia, jumlahnya tidak lebih dari 200 orang. Anthon Angjaya adalah salah satu dari segelintir Q grader di dalam negeri.
Besar dari keluarga pebisnis teh, Anthon justru jatuh cinta pada kopi dan membangun kedai kopi di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.
Pada tahun ini, dia secara resmi memegang lisensi sebagai Q grader. “Salah satu yang paling berat adalah mencicipi kadar keasaman kopi. Kita harus bisa mendefinisikan seperti apa rasa sedikit asam, asam, atau sangat asam,” ujarnya ketika berbincang dengan Bisnis.
Sebelum berhak menyebut diri sebagai Q grader, seseorang harus mengikuti proses pengujian selama tiga hari berturut-turut. Prosesnya mulai dari pengetahuan dasar sampai menguji indera perasa dengan mencicipi puluhan jenis kopi.
Sebelum 5758 Coffe Lab beroperasi, mereka yang ingin mengambil sertifikasi Q grader bahkan harus ke luar negeri karena Indonesia belum mempunyai lisensinya. “Dulu tingkat kelulusan ujian Q grader hanya 30%,” kata Adi.
Soal biaya juga menjadi persoalan lain. Di Singapura misalnya, sertifikasi dikenakan biaya hingga US$2.200. Dengan tingkat kelulusan yang rendah, ujian Q grader menjadi momok menakutkan bagi banyak profesional di bidang kopi.
Namun, saat ini proses ujian sertifikasi Q grader lebih mudah karena sudah bisa dilakukan di Indonesia. 5758 Coffee Lab menjadi salah satu dari dua kampus yang memiliki lisensi dari Specialty Coffee Association of America (SCAA) untuk menggelar sertifikasi tersebut di Indonesia.
Hal ini semakin dipermudah karena Adi saat ini juga sudah memiliki lisensi sebagai trainer Q grader. Posisi ini bahkan lebih eksklusif lagi. Saat ini hanya ada dua trainer Q grader di Asia Tenggara. Adi satu-satunya trainer yang berasal dari Indonesia.
Dengan mengadakan sertifikasi di dalam negeri, biaya yang dikeluarkan bisa ditekan. Saat ini untuk sertifikasi tersebut, 5758 Coffe Lab mematok harga Rp16 juta. Kendati sudah menggunakan bahasa pengantar Indonesia, tingkat kelulusan belum bisa sepenuhnya 100%.
“Tingkat kelulusan sudah membaik menjadi sekitar 60%,” ujarnya. Anda tertarik menjadi Q grader ? (Azizah Nur)