Kabar24.com,JAKARTA - Gesekan antara pengendara ojek pangkalan dengan ojek online seperti tidak ada akhirnya.
Sengketa wilayah dan penumpang kerap menjadi faktor utama bentrok antara pengendara ojek pangkalan (opang) dengan ojek online seperti yang terjadi di Stasiun Kebayoran Lama baru-baru ini.
Seorang wanita pengendara Gojek mendapat perlakuan kasar dari pengendara ojek pangkalan saat mengeluarkan ponsel usai menurunkan penumpangnya di Stasiun Kebayoran Lama. Habibah namanya, diusir oleh dua orang opang. Namun, dia menolak karena tidak merasa melakukan perbuatan yang salah.
"Saya tidak mengambil penumpang di sini," sebutnya membela diri seperti diungkapkan oleh Kombes Pol Awi Setiyono, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Jumat (30/9/2016).
Tetapi, para opang tidak terima dengan jawaban Habibah dan cekcok terjadi. Habibah mempertahankan diri dengan mengacungkan pisau yang diambil secara sembarangan dari lapak pedagang.
Ini bukanlah kasus cekcok berujung kekerasan pertama yang terjadi antara pengendara ojek online dan ojek konvensional.
Lantas, apa yang membuat para pengendara ojek konvensional begitu berani?
Beredar selentingam bahwa para opang 'mempersembahkan sesajen' berupa setoran sejumlah uang kepada oknum polisi agar mereka tetap bisa 'memagari' daerah operasionalnya.
Sejumlah uang yang disetorkan ke oknum tersebut membuat mereka lebih 'berani' ketika merasa bahwa daerah mereka dimasuki oleh para pengendara ojek online.
Namun, adanya pihak kepolisian yang menjadi 'pawang' para opang dibantah oleh Awi.
"Nggak ada itu," katanya kepada Bisnis.com ketika dihubungi.
Meskipun demikian, Awi menyebut, jika seorang anggota polisi kedapatan menerima setoran yang tidak selayaknya, maka akan ditindak bersasarkan Undang-undang Gratifikasi.
" Itu namanya gratifikasi," sebutnya.