Kabar24.com, HANGZHOU--Ekonomi global sedang terancam oleh meningkatnya proteksionisme dan risiko tingginya leverage dari pasar keuangan. Perlawanan terhadap isolasi perdagangan menjadi isu utama negara-negara anggota G20.
Hal itu disampaikan Presiden China Xi Jinping pada pembukaan pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang dihadiri para pemimpin negara anggota selama dua hari, 4-5 September 2016.
Menurut Xi Jinping, ekonomi global telah tiba pada saat yang krusial dalam menghadapi melemahnya permintaan, pasar keuangan yang volatil serta kegiatan perdagangan dan investasi yang melambat.
"Penggerak pertumbuhan dari fase sebelumnya yakni kemajuan teknologi telah memudar secara bertahap, sementara babak baru revolusi industri dan teknologi belum mendapat momentum,"ujarnya.
Peringatan Kepala Negara Negeri Matahari Terbit itu diikuti pembicaraan bilateral dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang disebut-sebut sangat produktif, tapi gagal membawa kedua belah pihak lebih dekat pada topik sensitif seperti ketegangan di Laut China Selatan.
Dengan puncak KTT yang terjadi setelah pemungutan keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada Juni lalu, dan sebelum pemilihan Presiden AS pada November mendatang, para pengamat berharap pertemuan para pemimpin G20 meningkat pada sebuah pertahanan perdagangan bebas dan globalisasi serta memperingatkan perlawanan terhadap isolasionisme.
Koichi Hagiuda, Wakil Ketua Sekretaris Kabinet Jepang, mengungkapkan negara-negara G20 setuju dengan kesepakatan pada akhir KTT bahwa semua langkah-langkah kebijakan, termasuk reformasi moneter, fiskal, dan struktural, harus digunakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang solid dan berkelanjutan.
"Komitmen akan dilakukan untuk memanfaatkan ketiga alat kebijakan, yakni reformasi moneter, fiskal, dan struktural untuk mencapai pertumbuhan yang solid, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif,"kata Hagiuda kepada wartawan di sela-sela KTT.
Xi Jinping juga meminta negara-negara G20 untuk mengeksekusi komitmen tersebut dengan tindakan konkret.
"Kita harus mengubah kelompok G20 menjadi gerakan aksi, bukan sebuah talk shop,"serunya.
Akan tetapi, beberapa pemimpin G20 telah mulai memetakan garis pertempuran dalam perselisihan atas isu-isu mulai dari perdagangan dan investasi hingga kebijakan pajak dan kelebihan kapasitas industri.