Kabar24.com, JAKARTA - Bagi sebagian orang, hidup jauh dari tanah kelahiran dan kampung halaman adalah sebuah tantangan. Hal itu juga dirasakan oleh banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri, jauh dari keluarga dan kerabat di Tanah Air.
Rasa rindu akan bangsa dan negara kerap melanda mereka. Itulah yang menjadikan banyak WNI yang tinggal di luar negeri membentuk berbagai komunitas untuk mempererat tali komunikasi antarsaudara sebangsa agar mereka tidak merasa sendirian.
Kebersamaan antar-WNI di luar negeri terasa semakin erat ketika memasuki perayaan hari kemerdekaan pada 17 Agustus. Bersama-sama mereka menggelar selebrasi Agustusan untuk sedikit mengobati rasa rindu pada kampung halamannya.
Salah satu WNI yang pernah merayakan Agustusan di luar negeri adalah Bayu Widyafrasta, yang menimba ilmu di Liverpool John Moores University (LJMU). Pengalamannya merayakan Agustusan di Inggris menjadi tak terlupakan karena suasana kekerabatannya yang erat.
Bayu—yang bekerja sebagai humas di kantor pusat PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)—mengatakan perayaan Agustusan yang di Liverpool tidak digelar oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), tetapi oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).
Lantas, bagaimana cerita pengalamannya bersama rekan-rekan PPI UK dalam merayakan Agustusan di Negeri Ratu Elizabeth? Apa yang membedakan dengan perayaan di dalam negeri? Bagaimana sensasinya? Berikut penuturan Bayu:
Sudah berapa kali berpengalaman merayakan Agustusan di negeri orang? Di mana saja?
Saya merayakan Agustusan di luar negeri baru sekali saja, tepatnya pada 2014. Waktu itu saya kebetulan sedang menjalani masa studi M.Sc in Port Management di Liverpool John Moores University (LJMU), Inggris.
Apa saja kegiatan Agustusan di Liverpool, dan bagaimana suasana di sana?
Kebetulan kami dari PPI Liverpool waktu itu mengadakan acara kumpul-kumpul atau gathering saja, karena memang jumlah kami tidak terlalu banyak, hanya sekitar 20 orang. Kami mengadakan lomba unggah foto di Instagram dengan tema perayaan kemerdekaan RI.
Waktu itu, kami juga membuat sesi foto bersama teman-teman PPI di sana dengan membawa bendera merah-putih. Kami juga mengenakandresscode batik dan berpose di depan landmark-landmark kota Liverpool. Misalnya saja di depan gedung Royal Liver Building, kawasan Albert Dock, dan sekitarnya.
Nah, setelah berfoto ria, kami mengadakan lomba kecil-kecilan semacam lari kelereng atau makan kerupuk. Yah, meskipun kerupuknya agak berbeda dengan yang ada di Indonesia, karena di sana kami tidak menemukan kerupuk kaleng.
Setelah seharian merayakan Agustusan bersama teman-teman PPI, malamnya kami menginap di rumah salah satu WNI yang sudah lama menetap di sana, tepatnya di Chester. Sekitar 20 menit naik kereta dari Liverpool. Beliau kebetulan bekerja di Airbus.
Sementara itu, teman-teman kami yang di London biasanya merayakan Agustusan dengan upacara bendera, karena biasanya WNI yang tinggal di London dan sekitarnya hadir ke KBRI untuk mengikuti prosesi upacara dan detik-detik proklamasi.
Jadi, perayaan tidak diselenggarakan atau ‘disponsori’ KBRI?
Iya, sebab di Liverpool tidak ada kantor perwakilan Pemerintah Indonesia.
Kalau dukungan [dari KBRI] biasanya ada, tapi bukan untuk acara yang tepat pada 17 Agustus-nya. KBRI memberikan support untuk semacamsummer festival, yang merupakan kegiatan tahunan dari teman-teman PPI di Inggris.
Setiap tahun acara tersebut dilakukan di kota yang berbeda-beda, dengan menggunakan panitia dari anggota PPI setempat. Waktu itu, saya sempat menghadiri festival Agustusan yang digelar di Nottingham.
Bagaimana antusiasme WNI di sana?
Kalau di Liverpool sendiri, kebetulan WNI yang tinggal di sana tidak terlalu banyak. Kalaupun ada, mereka juga tidak berusaha mencari keberadaan teman-teman PPI, dan kami pun tidak mengetahui di mana saja mereka tinggal.
Kebanyakan dari mereka tinggal di wilayah urban atau rural area. Jadi, sebenarnya banyak juga WNI yang tidak merayakan Agustusan di sana, mungkin karena tidak punya komunitas, malas mencari tahu, atau lokasinya jauh dari kantor perwakilan Pemerintah Indonesia.
Sebaliknya, kalau acara yang di Nottingham, saya lihat antusiasme pesertanya cukup tinggi. Mereka mengadakan banyak sekali lomba-lomba khas Agustusan, seperti tarik tambang dan lain sebagainya.
Bagaimana dengan reaksi warga asli setempat terhadap perayaan Agustusan?
Kebetulan acara yang di Nottingham terbuka untuk umum. Jadi warga setempat yang antusias atau memang punya ketertarikan terhadap Indonesia juga boleh datang dan ikut meramaikan.
Mereka tertarik karena pada acara tersebut banyak digelar lomba-lomba unik seperti balap bakiak dan balap karung. Para bule biasanya tertarik untuk mencoba lomba-lomba semacam itu.
Seberapa besar antusiasme mereka?
Yang jelas pada festival tersebut ada puluhan warga lokal yang ikut serta. Biasanya karena tempat tinggal mereka berdekatan dengan lokasi festival, suami atau istri mereka adalah WNI, atau mereka adalah para mahasiswa kampus di Nottingham.
Berapa lama perayaan Agustusan di sana dilangsungkan?
Kalau acara yang di KBRI paling hanya upacara bendera, detik-detik proklamasi, disambung ramah tamah dan jamuan makan. Kalau acara festival seperti yang di Nottingham biasanya berlangsung seharian, sepertisummer fest. Tapi hanya sehari saja.
Apa saja manfaat dalam merayakan Agustusan di negeri orang?
Kalau menurut saya, menfaatnya bisa dikatakan hampir sama seperti saat bulan puasa di mana kami adalah minoritas. Jadi, hanya sedikit orang yang merayakannya, sehingga seakan-akan kami yang merayakan Agustusan di sana menjadi seperti saudara dan keluarga sendiri.
Kalau di Indonesia, biasanya perayaan Agustusan sifatnya lebih kedaerahan, dalam arti sebatas antarkampung, kelurahan, atau kecamatan. Ketika di luar negeri, batas kedaerahan itu hilang dan kami menjadi seperti keluarga.
Di samping itu, manfaat lainnya adalah kami tetapi memupuk rasa nasionalisme, walaupun hidup jauh dari Tanah Air.
Apa tantangannya?
Kalau tantangan sebenarnya sangat minimal, selama agenda perayaan direncanakan dengan baik melalui pengajuan proposal ke kampus untuk meminjam ruang publik.
Selain itu juga ada bantuan dari KBRI walaupun tidak banyak. Misalnya dengan menyediakan stan (stall) atau memberikan uang sewa untuk dukungan operasional program kami.
Bagi yang rindu masakan khas Nusantara, biasanya juga disediakan makanan-makanan a la Indonesia. Sayangnya, rasanya masih jauh dari citarasa aslinya.
Selama di negeri orang, apa yang paling dirindukan dari perayaan Agustusan di Indonesia?
Kalau saya pribadi sih perayaan Agustusan di Indonesia dan di luar negeri hanya kemeriahannya saja yang membedakan. Sebab, memang WNI di sana lebih sedikit kuantitasnya ketimbang di Tanah Air.