Kabar24.com, JAKARTA – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengungkapkan cerita gembong narkotika Fredi Budiman yang baru saja dieksekusi Jumat (29/7/2016) pekan lalu.
Haris menjelaskan bahwa Fredi mengaku adanya aliran dana bagi para penegak hukum untuk melancarkan bisnis barang haramnya. Fredi menceritakan kepada Haris, telah menyetor sejumlah uang untuk oknum di Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
“Sekarang tinggal kemauan dan keberanian kepolisian untuk menindaklanjuti,” kata Haris di Kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (31/7/2016).
Namun, Haris enggan memberikan oknum BNN ataupun Polri yang dimaksud Fredi. Menurutnya, keterangan yang telah dibeberkan saat ini sudah dapat dijadikan langkah awal penyelidikan.
Haris mengatakan sebenarnya pengakuan Fredi ini adalah anggapan umum yang sudah lama beredar di masyarakat. “Ini hanya mengafirmasi secara publik bahwa narkoba ada banyak penyangganya yang berada di sejumlah institusi negara,” kata Haris.
Berdasarkan cerita Fredi, kata Haris, pengakuan gembong narkotika itu sudah diungkapkan dalam proses persidangan. Akan tetapi dia tidak berhasil menelusuri hal itu di situs-situs terkait. “Semua jejak online lenyap.”
Sebab itu dia meminta kepada awak media yang pernah meliput persidangan Fredi datang ke Kantor Kontras. Dia ingin mengonfirmasi mengenai nama-nama yang disebutkan Fredi dalam persidangan.
Satu pernyataan Fredi kepada Haris adalah selama penyelundupan narkotika ke Indonesia, Fredi menyetor uang Rp450 miliar kepada BNN dan Rp90 miliar kepada kepolisian.
Selain itu para pejabat juga kerap menitip harga. Harga sebutir pil ekstasi dari Tiongkok hanya Rp5 ribu, sementara bisa di jual kepada konsumen di Indonesia hingga ratusan ribu rupiah. Menurut penuturan Fredi, pejabat sering meminta ekstasi yang telah diselundupkan ke Indonesia dengan harga Rp20 ribu hingga Rp30 ribu.
Tak hanya itu, Fredi juga menceritakan bahwa oknum BNN meminta agar Lembaga Pemasyarakatan di Nusakambangan, Jawa Tengah mencopot kamera CCTV di selnya. Padahal pemasangan kamera sejalan dengan status hukum Fredi yang dalam pengawasan super ketat.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Boy Rafli Amar mengatakan Polri telah bertemu dengan Haris pekan lalu. Pertemuan tersebut membahas berita yang beredar mengenai pengakuan Fredi kepada Haris.
Menurut Boy, keterangan yang diberikan Haris masih meragukan. Apalagi ditambah status Fredi sebagai bandar dan pemakai narkotika. Konfirmasi mengenai pengakuan Fredi kepada Haris pun tidak bisa dilakukan, karena yang bersangkutan telah dieksekusi.
Haris juga tidak memberikan bukti apapun kepada Polri yang dapat menguatkan keterangannya. Aliran dana kepada BNN dan Polri pun sulit dibuktikan meskipun pemerintah memiliki Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Semua jangan asal ditelusuri. Harus ada bukti awal, ini lho Fredi pernah kirim tanggal sekian. Keterangan sekarang masih sumir,” kata Boy.