Kabar24.com, JAKARTA - Para pejabat di Istana Kepresidenan mengunci mulut rapat-rapat soal isi surat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dikirimkan kepada Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Namun, inti surat itu ditengarai tentang pembebasan sepuluh warga Indonesia yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa isi surat hanya boleh diketahui oleh pihak Istana Kepresidenan.
"(Soal surat itu) hanya kami yang tahu," ujar Pramono Anung di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (13/7/2016).
Sebelumnya, Jokowi mengirim surat ke Duterte untuk membicarakan nasib para sandera. Duterte, yang dikenal dengan julukan The Punisher, dikabarkan merespons surat Jokowi dengan membentuk tim negosiator ke Abu Sayyaf.
Informasi yang beredar di kalangan wartawan menyebut, Jokowi memberi sejumlah penawaran kepada Duterte dalam surat itu. Penawaran muncul tak lama setelah larangan kapal Indonesia untuk melaut di perairan Filipina.
Larangan
Larangan itu meminta kapal Indonesia atau kapal apapun yang berisi warga negara Indonesia agar tidak berlayar ke Filipina. Selama ini batu bara untuk pasokan listrik di Filipina dikirimkan oleh Indonesia melalui jalur laut.
Dari sepuluh warga Indonesia yang ditawan kelompok Abu Sayyaf, tiga di antaranya diculik dan disandera pada pekan lalu saat mereka berada di perairan Sabah, Malaysia. Mereka dibawa ke Filipina selatan setelah kewarganegaraannya dicek penyandera.
Pramono tak membantah atau membenarkan adanya tawaran dari Presiden Jokowi. Namun, kata dia, masalah itu hanya boleh diketahui Istana. Selebihnya, soal penyanderaan, Pramono menyarankan agar ditanyakan kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
"Tanya Menlu."