Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PASCA BREXIT: Pasar dan Sejumlah Pemimpin Dunia Resah

Mantan perdana menteri Moldova Vlad Filat pada Senin dijatuhi hukuman penjara selama sembilan tahun karena menyelewengkan kekuasaan.
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters

Bisnis.com, LONDON -  Hasil referendum, yang memilih Inggris Raya keluar dari Uni Eropa (Brexit) pada Kamis, menyebabkan pasar dan sejumlah pemimpin dunia resah menghadapi dampak kejatuhan ekonomi dan bahaya politik yang dialami negara tersebut pada Minggu.

Perdana Menteri Inggris David Cameron tetap diminta menjadi pejabat sementara hinga Partai Konservatif Inggris Raya (UK) memilih pemimpin baru dalam tiga bulan mendatang, walaupun pada Jumat, ia mengundurkan diri.

Akan tetapi, Cameron menolak melaksanakan Pasal 50 dalam Perjanjian Lisbon dari Uni Eropa (UE), yang memungkinkan perundingan pasca-keluar dari blok tersebut.

Pilihan tersebut dinilai akan menjadikan pembahasan terkait hubungan baru Inggris Raya dengan UE kian tidak jelas.

Hasil referendum menunjukkan para pemilih mengabaikan ajakan Cameron untuk tetap di UE dengan hasil 52 persen berbanding dengan 48 persen.

Pilihan keluar itu dianggap sebagai hantaman keras bagi misi Uni Eropa membangun kesatuan antar negara yang kuat sejak Perang Dunia II.

Pasca-Brexit, Cameron akan menemui 27 pemimpin UE dalam konferensi di Brussels pada Selasa.

Menteri Keuangan Inggris George Osborne sebelumnya kerap mengingatkan sejak kampanye Brexit, keluarnya negara itu dari UE akan berdampak pada volatilitas atau rentannya stabilitas pasar uang.

Ia dijadwalkan memberi pernyataan pada Senin terkait jaminan "stabilitas ekonomi dan keuangan" negara tersebut.

Boris Johnson, pihak yang cukup vokal dalam kampanye Brexit, juga mantan walikota London, dikabarkan sebagai calon kuat perdana menteri dari Partai Konservatif.

Johnson meminta banyak pihak untuk tenang menghadapi masa depan perekonomian Inggris Raya.

Ia menjelaskan negara itu akan tetap memiliki akses ke pasar tunggal Uni Eropa.

Akan tetapi, Johnson tidak menjabarkan rencananya mengamankan zona dagang bebas dengan Eropa, berikut jaminan untuk tidak mengorbankan sejumlah janji yang dibuat terhadap para pemilih Brexit.

Salah satu janji itu, Inggris Raya dapat mengatur sektor imigrasinya tanpa harus tunduk pada regulasi yang dibuat di Brussels.

Partai Konservatif pendukung Cameron cukup lama memiliki masalah internal terkait polemik keluar atau masuk UE.

Meski demikian, keputusan keluar UE pasca bergabung 43 tahun lalu telah menyebabkan kekacauan di Partai Buruh Inggris Raya sepanjang akhir pekan.

Anggota parlemen senior Partai Buruh mengaku telah menarik dukungan untuk pemimpin mereka setelah para pendukung lamanya menggelar aksi unjuk rasa menolak pilihan partai untuk Pro-UE.

Pemimpin Skotlandia berjanji akan melakukan apapun untuk menempatkan negaranya tetap berada di blok tersebut, misalnya saja dengan menjatuhkan veto terhadap keputusan referendum Brexit.

Presiden Prancis Francois Hollande menyatakan, Brexit merupakan opsi final dan tidak ada jalan untuk kembali.

Ia berujar, "Hal yang dijalankan tanpa dipikirkan matang tidak dapat dikembalikan seperti semula." Hollande mengungkap, Prancis dan Jerman mesti mengetatkan hubungan bilateralnya untuk memprakarsai aksi pemulihan, dengan mengingatkan, "pemisahan itu berujung pada risiko perpecahan, pertikaian, dan perselisihan".

Presiden Prancis bersama Kanselir Angela Merkel telah membahas masalah tersebut lewat telepon.

Seorang ajudan mengatakan telah "menyepakati cara yang tepat menangani situasi tersebut".

UE tengah bersiap memindahkan Otoritas Bank Eropa-nya dari London guna menindaklanjuti hasil Brexit, demikian keterangan pejabat UE pada Minggu.

Sejauh ini, Paris dan Frankfurt merupakan dua calon kuat kota yang akan dipilih sebagai lokasi baru bank tersebut.

Aksi itu menunjukkan kemungkinan Kota London akan dibekukan keterlibatannya dalam regulasi keuangan UE, bahkan dari pengelolaan pasar modal Eropa.

Meski kemungkinan itu bergantung pada kesepakatan yang nantinya dibuat pasca Brexit.

Akan tetapi, pendukung Brexit berdalih, industri keuangan akan tetap bertumbuh tanpa belenggu UE, walaupun sejumlah perusahaan besar seperti JP Morgan telah mencari lokasi baru di Eropa untuk menempatkan sejumlah pegawai, bankir, dan petugas lisensi keuangannya.

Amerika Serikat yang tegas meminta Inggris Raya tetap di UE turut menunjukkan sinyal gelisah.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry akan mengunjungi Brussels dan London pada Senin.

Pejabat senior mengatakan, Kerry akan mengingatkan pentingnya bagi negara UE lain agar tidak mengikuti jejak Inggris Raya melemahkan stabilitas blok tersebut.

Rapuh Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menyatakan, pasar uang "cukup mengabaikan" hasil referendum Brexit, seraya menambahkan, "sejumlah gubernur bank sentral telah melakukan antisipasi dengan menempatkan banyak likuiditas di pasar," katanya di Aspen, Colorado pada Minggu.

Lagarde mengungkap, reaksi pasar nantinya akan bergantung pada kebijakan yang diambil Inggris Raya dan Eropa dalam menindaklanjuti pemisahan itu berikut batas yang masih belum pasti antara keduanya.

"Saat ini, para pengambil kebijakan di Inggris Raya dan Eropa tengah mengendalikan ketidakpastian itu. Langkah yang nantinya akan ditempuh beberapa hari mendatang akan menentukan arah risiko hasil referendum tersebut," kata Lagarde.

Jepang telah menjamin likuiditas Yen dan mata uang asing lain melalui mekanisme pertukaran (swap line) oleh enam bank sentral, kata Deputi Gubernur Bank of Japan Hiroshi Nakaso pada Senin.

Gubernur bank sentral berkumpul di Portugal pada Senin dalam konferensi yang sebelum dijadwalkan oleh Bank Sentral Eropa (ECB) dan dibuka dengan sambutan oleh Presiden ECB Mario Draghi sekitar pukul 15.30 GMT.

Pimpinan bank sentral AS, The Federal Reserve, Janet Yellen, bersama dengan Gubernur Bank of England Mark Carney, dan Gubernur Bank Sentral China Zhou Xiaochuan dikabarkan turut menghadiri pertemuan tersebut.

Nilai mata uang Inggris, pound jatuh sebanyak sepuluh persen terhadap dolar AS pada Jumat.

Jika merujuk pada indeks Dow Jones dari Standard & Poor's (S&P), angka itu merupakan nilai terendah sejak 1985, saat pasar saham dunia kehilangan lebih dari dua triliun dolar AS - kerugian terbesar yang tercatat dalam sejarah.

Saat pasar uang dunia kembali dibuka minggu ini, pound kembali terpuruk sebanyak dua persen dalam perdagangan awal pada Senin, begitu juga dengan indeks saham yang ditransaksikan cukup banyak dari S&P (500 stock index futures) ikut turun 0,7 persen.

Nilai mata uang Euro turut tertekan, jatuh sebanyak 0,8%  per dolar AS, pasalnya, para penanam modal resah Brexit akan memicu gerakan anti-UE lain di Eropa.

"(Rencananya) akan ada penjualan Euro sebagai antisipasi referendum keluar UE lainnya," kata Jerome Booth, kepala perusahaan investasi New Sparta Asset Management di London.

"Penjualan itu akan cukup dalam dan terjadi dalam jangka waktu yang lama. Aksi itu tidak hanya berdampak pada dolar AS dan Yen, tentunya juga Pound. Langkah itu menyebabkan banyak pihak khawatir atas jatuhnya nilai obligasi pemerintah di kawasan Eropa," katanya.

Perlambatan Pertanyaan yang cukup banyak diungkap pasca Brexit, antara lain, seberapa besar dampak perlambatan ekonomi Inggris dan Eropa, berikut bagaimana keduanya bernegosiasi menentukan hubungan dagang yang baru.

Inggris Raya tampaknya akan mengalami resesi selama setahun ini.

Hasil referendum itu juga diproyeksi menghambat pertumbuhan ekonomi global, demikian keterangan ekonom senior Goldman Sach pada Minggu.

"Kami memprediksi perekonomian Inggris Raya akan menghadapi resesi ringan pada awal 2017," kata ekonom Goldman Jan Hatzius dan Sven Hari Stehn dalam catatan yang dikirim untuk para penanam modal.

Mereka berharap para pengambil kebijakan politik dan ekonomi terkait dapat mengatasi dampak ketidakpastian tersebut dengan memangkas jumlah kumulatif Produk Domestik Bruto (PDB) 2,75 persen dalam waktu 18 bulan mendatang.

Goldman turut memprediksi PDB negara kawasan Eropa selama dua tahun ke depan akan berada di level 1,25%, dibanding nilai sebelum Brexit yang ada di kisaran 1,5%.

Sementara itu, bank memperkiakan pertumbuhan PDB di AS pada masa kedua pertengahan 2016 senilai 2,0%, lebih kecil dari pperkiraan sebelumnya, 2,25%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA/REUTERS

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper