Bisnis.com, MANADO - Berakhirnya kontrak kerja sama pembotolan PT Bangun Wenang Beverages Coy (BWBC) untuk memproduksi minuman ringan di bawah merek Coca Cola Februari lalu, menyebabkan nasib 400 tenaga kerja menggantung.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Bangunan dan Pekerjaan Umum (SPSI) Sulawesi Utara Djohns Perry Sineri mengatakan pihaknya telah meminta kepastian perusahaan terkait nasib 400 pekerja, terkait penghentian produksi.
"Sejak berhenti berpoduksi tidak ada upah. Mereka yang mau hari raya [Idulfitri] tidak jelas tunjangan hari rayanya," katanya kepada Bisnis, Senin (27/6/2016).
Menurutnya, dampak penghentian produksi pabrik, berimbas pada setidaknya 2.000 orang. Djohns mengatakan 2.000 orang yang terdampak merupakan, pekerja pabrik beserta keluarnya. “Belum lagi dengan pekerja untuk jaringan distribusi,” tambahnya.
Selama 30 tahun bekerja sama, BWBC telah berinvestasi hingga Rp700 miliar dengan kapasitas produksi sebanyak 13 juta crate per tahun. Tidak hanya itu, saat ini, sejak berhenti beroperoasi pada 1 Februari 2016, pekerja tidak mendapat upak mengingat BWBC tidak menggarap produksi untuk produk merek lain.
Dalam keterangan tertulis, Wakil Ketua DPRD Minahasa Utara Denny R Wowilling mengharapkan kerja sama bisnis tetap dilanjutkan. "Dengan adanya produksi di Sulut, akan memberi nilai tambah untuk deerah. Apalagi baru 2 tahun lalu BWBC baru diminta meningkatkan investasi," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Public Affairs Manager PT Coca Cola Indonesia Andrew Hallatu mengakui adanya gugatan dari BWBC terkait kerja sama pembotolan. Hanya saja, menurutnya, perjanjian kerja sama terselenggara antara BWBC dan CCC, bukan dengan CCI.
"CCI menjalankan fungsi monitoring dan operasional, secara teknis. Akan tetapi, untuk perjanjian kerja sama pembotolan, terselenggara dengan Coca Cola Company," katanya.