Bisnis.com, JAKARTA - PT Bhineka Karya Manunggal menilai PT Snogen Indonesia tidak memenuhi persyaratan sebagai kreditur setelah seluruh piutangnya diklaim telah dilunasi.
Kuasa hukum PT Bhineka Karya Manunggal Dida Hardiansyah mengatakan prinsipalnya telah melakukan pembayaran seluruh utang kepada Snogen selaku pemohon restrukturisasi utang. Pembayaran dilakukan pada 21 dan 22 Juni 2016.
"Kami sudah membayar lunas seluruh utang yakni sejumlah Rp417 juta dan US$15.000 ke rekening pemohon," kata Hardiansyah dalam persidangan, Kamis (23/6/2016).
Dia berpendapat pelaksanaan pembayaran tersebut sekaligus menganulir status pemohon sebagai kreditur kliennya. Snogen sudah tidak memenuhi persyaratan untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Berdasarkan Pasal 222 Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU, permohonan diajukan terhadap debitur yang mempunyai lebih dari satu kreditur. Debitur juga harus terbukti tidak dapat melanjutkan pembayaran utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Selain itu, utang yang diklaim oleh pemohon harus dapat dibuktikan secara sederhana.
Kendati demikian, pihaknya justru mengklaim telah menerima sejumlah nominal dari Snogen yang identik dengan sebagian nilai utangnya yakni Rp417 juta. Namun, data transaksinya tidak dilengkapi dengan keterangan apapun yang menerangkan maksud pengiriman uang tersebut.
Termohon mengaku telah menunjukkan iktikad baiknya dengan melakukan pelunasan tagihan. Nominal dana yang dikirimkan pemohon akan dianggap sebagai bentuk pemberian secara cuma-cuma kepada termohon.
Hardiansyah tidak menanggapi klaim dari kreditur lain dalam perkara aquo. Adapun, kreditur lain yang diajukan pemohon yakni PT Samudra Indonesia Tbk. dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Sementara itu, kuasa hukum pemohon Rusli Hardiansyah merasa keberatan atas tindakan sepihak yang dilakukan oleh termohon. Padahal, kedua pihak telah sepakat akan membicarakan pelunasan utang setelah berkomunikasi dengan prinsipal.
"Kami baru akan membahas pelunasan itu kepada prinsipal, tetapi tiba-tiba termohon melakukan transfer ke rekening pemohon," kata Rusli.
Dia menambahkan prinsipalnya keberatan akan sikap tersebut, karena pembayaran yang dilakukan oleh termohon tidak secara sekaligus. Selain waktu pembayaran yang terbagi menjadi dua hari, nominal dalam bentuk dolar AS juga belum seluruhnya terlunasi.
Total utang yang diklaim oleh pemohon sebesar US$35.000, tetapi dana yang ditransfer oleh termohon pada 22 Juni 2016 hanya US$15.000. Guna menegaskan sikap keberatan tersebut, pemohon memutuskan untuk melakukan pengembalian dana sebesar Rp417 juta ke rekening termohon.
Pihaknya juga telah menghadirkan kreditur lain dari PT Samudra Indonesia Tbk dalam persidangan. Dokumen pendukung juga telah diserahkan untuk menerangkan adanya pengalihan piutang (cessie) kepada H. Ruslan.
Adapun, lanjutnya, BNI belum bisa hadir karena saat dikonfirmasi bank pelat merah tersebut belum menerima relaas panggilan dari pengadilan.
Dalam kesempatan yang sama, ketua majelis hakim Marulak Purba menilai kedua pihak bisa mencapai kesepakatan perdamaian tanpa melalui proses persidangan. Terlebih, termohon telah beriktikad melakukan pembayaran.
"Kalau sudah dibayar semua bisa segera dituangkan dalam akta perdamaian dan pemohon bisa mencabut permohonan PKPU," kata Marulak.
Para pihak diharapkan bisa menyikapi perkara aquo secara arif dan berusaha untuk meredam konflik dari prinsipal. Persidangan akan dilanjutkan dengan agenda penyampaian bukti terakhir dari pemohon pada 28 Juni 2016.
Dalam perkara ini, pemohon mendaftarkan permohonan sejak 10 Juni 2016.
Snogen merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi dan penjualan bahan-bahan kimia, khususnya diperuntukkan bahan tekstil. Adapun, termohon merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pabrikasi tekstil.