Bisnis.com, JAKARTA - PT Bhineka Karya Manunggal didesak salah satu krediturnya, PT Snogen Indonesia, untuk merestrukturisasi utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Kuasa hukum PT Snogen Indonesia Rusli Hardiansyah mengatakan termohon memiliki utang terkait pembelian sejumlah bahan kimia dan suku cadang mesin guna menunjang kegiatan usahanya.
"Utang yang sudah jatuh tempo mencapai US$35.000, hingga saat ini belum ada pembayaran dari termohon," kata Rusli seusai persidangan, Selasa (21/6/2016).
Pihaknya mewakili Direktur Utama PT Snogen Indonesia Hong Dae Soon sebagai pemohon penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Permohonan tersebut didaftarkan sejak 10 Juni 2016.
Snogen merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi dan penjualan bahan-bahan kimia, khususnya diperuntukkan bahan tekstil. Adapun, termohon merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pabrikasi tekstil.
Dia menjelaskan termohon dalam produksinya menggunakan berbagai macam bahan baku kimia tekstil dari pemohon. Termohon secara rutin dan periodik selalu memesan produk kimia tersebut.
Utang termohon, imbuhnya, sudah jatuh tempo dan dapat ditagih sejak Desember 2014. Kedua prinsipal juga telah mengadakan pertemuan guna membahas pelunasan utang tersebut.
Termohon berjanji akan melakukan pembayaran dalam waktu dua bulan sejak pertemuan yang diadakan pada Maret 2016. Namun, hingga permohonan PKPU diajukan, termohon tidak kunjung melunasi utangnya.
Saat itu, termohon beralasan turunnya omzet menjadi hambatan pelunasan utang tersebut. Dia menyebut pabrik termohon sudah tidak beroperasi dan banyak karyawan yang dirumahkan.
Pabrik milik termohon telah berhenti beroperasi sejak Desember 2015. Perusahaan yang berdomisili di Desa Walahar, Karawang tersebut juga melakukan efisiensi dengan merumahkan 267 buruhnya.
Saat itu, perusahaan memutuskan menutup satu dari tiga divisi yang ada, yaitu divisi pemintalan. Alasannya, perusahaan tidak sanggup memberikan upah sesuai dengan upah minimum kabupaten yang telah ditetapkan sebesar Rp3,3 juta per bulan.
Menurutnya, termohon sudah terbukti tidak dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Selain itu, pemohon juga melampirkan bukti adanya kreditur lain yang dimiliki termohon, yakni PT Samudra Indonesia Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Namun, piutang dari Samudra Indonesia telah dialihkan kepada H. Ruslan sejak Mei 2016. Perubahan tersebut juga telah disampaikan kepada majelis hakim dalam persidangan.
Guna melengkapi permohonannya, pemohon mengusulkan Rio Simanjuntak, Ryan G Lubis, dan Syamsudin selaku tim pengurus.
Sementara itu, kuasa hukum termohon Hardiansyah berjanji akan segera melakukan pelunasan pembayaran kepada pemohon. Setelah itu, pemohon diminta untuk menyerahkan pencabutan permohonan PKPU kepada majelis hakim.
"Sebagai iktikad baik termohon, kami telah menyiapkan cek agar utang tersebut bisa diselesaikan saat ini juga dan permohonan dicabut," kata Hardiansyah dalam persidangan.
Dia menegaskan pembayaran keseluruhan utang akan dilakukan paling lambat hingga dua hari ke depan. Pihaknya juga telah menghadirkan prinsipal termohon dalam persidangan.
Ketua majelis hakim Marulak Purba menolak untuk memberikan respons atas sikap termohon tersebut karena kewenangannya tidak boleh terlalu jauh. Kendati demikian, majelis hakim mendukung negosiasi kedua pihak agar tercipta perdamaian sebelum putusan dibacakan.
"Dalam perkara niaga memang tidak diatur proses mediasi, tetapi kedua pihak bisa bernegosiasi sendiri di luar persidangan hingga putusan akhir," ujar Marulak.
Pihaknya memutuskan untuk menunda persidangan dengan agenda penyerahan kelengkapan dokumen pendukung dari para pihak hingga 23 Juni 2016. Para kreditur lain juga diharapkan bisa hadir dalam persidangan tersebut guna memberikan keterangan.