Kabar24.com, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia menolak menjadi eksekutor dalam pelaksanaan kebiri terhadap pelaku pelecehan seksual.
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Prijo Sidipratomo menuturkan dengan menjadi eksekutor kebiri, dokter akan melanggar kode etik profesi. Pasalnya, dalam kode etik dokter diharuskan untuk menyembuhkan pasien bukan malah menyakitinya.
“Bahkan dalam eksekusi mati dokter tidak berperan sebagai eksekutor tetapi hanya sebagai pendamping untuk memastikan terdakwa sudah meninggal,” ujarnya, Kamis (9/6/2016).
Prijo menuturkan pada dasarnya IDI mendukung kebijakan pemerintah untuk memberikan hukuman maksimal kepada pelaku pelecehan seksual. IDI juga memandang perilaku ini perlu menjadi diperhatikan seksama untuk memberikan perlindungan kepada generasi penerus bangsa. Namun, kebiri kimiawi justru dianggap tidak efektif mengurangi perilaku ini.
Kebiri kimiawi dilakukan dengan menyuntikkan obat tertentu untuk menekan hormone testosteron. Dalam praktiknya, penyuntikkan ini harus dilakukan secara rutin. Jika dihentikan, maka tujuan kebiri kimia tidak akan tercapai. Padahal, penyuntikan antitestosteron secara rutin akan menimbulkan efek samping berupa penyakit-penyakit degeneratif.
Prijo juga menambahkan IDI mendorong keterlibatan dokter dalam proses rehabilitasi korban dan pelaku. Rehabilitasi korban menjadi priorotas utama guna mencegah dampak buruk dari trauma fisik dan psikis. Adapu rehabilitasi pelaku dimaksudkan untuk mencegah kejadian serupa dilakukan kembali.