Kabar24.com, JAKARTA- Saat ini, sekitar 45,8 juta laki-laki, perempuan, dan anak-anak di seluruh dunia terperangkap dalam perbudakan modern dengan jumlah 28% lebih banyak daripada yang diperkirakan sebelumnya. Mereka diperbudak melalui perdagangan manusia, kerja paksa, alasan terjerat utang, pernikahan paksa, atau perbudakan berkedok pernikahan serta eksploitasi seksual komersial. Data ini terungkap dalam Indeks Perbudakan Global 2016, sebuah laporan penelitian utama yang diterbitkan hari ini oleh Walk Free Foundation.
Sementara itu, sekitar 736.000 orang atau 0,3% dari populasi Indonesia masih terperangkap dalam perbudakan modern. Prevalensi perbudakan di Indonesia menempati peringkat ke tujuh tertinggi di Asia Tenggara dan ke-39 dari 167 negara yang disurvei. Kasus-kasusnya mencakup eksploitasi pembantu rumah tangga asing serta pernikahan paksa dan pernikahan anak di bawah umur.
Di Asia Tenggara, Kamboja merupakan negara dengan prevalensi perbudakan modern tertinggi dengan 1,6% dari populasinya yang diperkirakan terperangkap dalam perbudakan. Negara dengan prevalensi perbudakan tertinggi selanjutnya di Asia Tenggara adalah Myanmar (0,9%), diikuti oleh Brunei (0,8%), Thailand (0,6%), Malaysia (0,4%), Filipina (0,4%), Indonesia (0,3%), Laos (0,3%), Timor Leste (0,3%), Singapura (0,2%) dan Vietnam (0,1%).
Prevalensi tertinggi perbudakan modern di Asia Tenggara (Jumlah Perbudakan Modern Menurut Populasi) |
Peringkat | Negara | Perkiraan proporsi populasi dalam perbudakan modern (%) | Perkiraan jumlah perbudakan modern | Populasi |
1 | Kamboja | 1,65 | 256.800 | 15.578.000 |
2 | Myanmar | 0,96 | 515.100 | 53.897.000 |
3 | Brunei | 0,81 | 3.400 | 423.000 |
4 | Thailand | 0,63 | 425.500 | 67.959.000 |
5 | Malaysia | 0,43 | 128.800 | 30.331.000 |
6 | Filipina | 0,40 | 401.000 | 100.699.000 |
7 | Indonesia | 0,29 | 736.100 | 257.564.000 |
8 | Laos | 0,29 | 20.000 | 6.802.000 |
9 | Timor Leste | 0,29 | 3.500 | 1.235.000 |
10 | Singapura | 0,17 | 9.200 | 5.563.000 |
11 | Vietnam | 0,15 | 139.300 | 91.519.000 |
Dilihat dari segi jumlah mutlak, India merupakan negara dengan jumlah mutlak perbudakan modern yang tertinggi dengan perkiraan 18,35 juta orang yang diperbudak, kemudian diikuti oleh Tiongkok (3,39 juta), Pakistan (2,13 juta), Bangladesh (1,53 juta) dan Uzbekistan (1,23 juta). Jika jumlah dari lima negara tersebut digabungkan, jumlahnya hampir mencapai 58% dari jumlah total perbudakan di dunia, atau sejumlah 26,6 juta orang.
Indeks Perbudakan Global 2016 memperkirakan bahwa jumlah orang yang diperbudak meningkat 28% lebih banyak daripada jumlah yang dilaporkan pada edisi tahun 2014. Jumlah peningkatan yang signifikan ini diperoleh karena adanya perubahan dalam pengumpulan data dan metodologi penelitian yang lebih baik. Penelitian survei untuk Indeks Perbudakan Global 2016 mencakup lebih dari 42.000 wawancara yang dilakukan dalam 53 bahasa di 25 negara, termasuk 15 survei tingkat negara bagian di India. Survei yang representatif ini mencakup 44% dari populasi global.
Respon pemerintah
Indeks Perbudakan Global juga mencatat tindakan serta respon pemerintah terhadap perbudakan modern. Dari 161 negara yang dinilai, 124 negara telah menyatakan bahwa perdagangan manusia merupakan tindak kriminal dan masuk ke dalam hukum pidana sesuai dengan Protokol Perdagangan Manusia PBB dan 96 negara telah mengembangkan rencana tindakan nasional untuk mengoordinasikan respon pemerintah. Negara-negara yang menjadi garda terdepan dalam melawan perbudakan modern ini adalah Belanda, Amerika Serikat, Inggris Raya, Swedia, Australia, Portugal, Kroasia, Spanyol, Belgia dan Norwegia.
Negara seperti Kroasia, Montenegro, Brasil, Makedonia, Filipina, Georgia, Moldova, Albania dan Jamaika juga mengambil langkah positif untuk menanggulangi perbudakan modern sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing negara.
Respon yang diberikan pemerintah Indonesia terhadap perbudakan modern telah mendapatkan nilai “B”. Walk Free Foundationtelah memuji Kinerja pemerintah Indonesia atas penyelamatan dan pemulangan dua ribu nelayan yang diperdagangkan dan dipekerjakandi kapal Thailand. Pada bulan April 2015, Indonesia juga telah mengumumkan larangan untuk mempekerjakan pembantu rumah tangga di beberapa negara di Timur Tengah dan Teluk Persia setelah banyak ditemukannya kasus eksploitasi warga negaradalam wlayah tersebut.
Australia dan Indonesia baru saja menjadi ketua bersama di Konferensi Tingkat Menteri Keenam yang disebut Bali Process. Konferensi ini menghasilkan Deklarasi Menteri yang menjanjikan pendekatan regional yang komprehensif untuk mengatur aliran migrasi campuran dan memastikan praktik kerja manusiawi dalam rantai pasokan global.
Beberapa peningkatan yang signifikan telah dilakukan oleh beberapa negara setelah laporan tahun 2014 tersebut diterbitkan. Pemerintah Inggris Raya mengesahkan Undang-Undang Perbudakan Modern 2015 dan telah menunjuk Bapak Kevin Hyland sebagai Komisioner Anti-Perbudakan Independen,. Presiden Barack Obama telah menutup celah yang ada pada Undang-Undang A.S. dan sekarang Undang-Undang tersebut dengan tegas melarang aktivitas impor barang yang dibuat oleh pekerja paksa atau anak-anak di bawah umur.
Andrew Forrest selaku Ketua sekaligus Pendiri Walk Free Foundation mengatakan bahwa pemberantasan perbudakan merupakan tindakan yang sudah sepatutnya dari segi moral, politik, logika, dan ekonomi. Beliau juga meminta agar negara-negara dengan ekonomi tebesar di dunia untuk memberikan contoh pada negara lain dengan melakukan dan menerapkan tindakan anti-perbudakan dengan tegas.
"Kami meminta pemerintah dari negara-negara yang perekonomiannya termasuk dalam jajaran sepuluh besar di dunia untuk mengesahkan undang-undang yang sama kuatnya dengan Undang-undang Perbudakan Modern 2015 Inggris Rayadengan anggaran dan kemampuan untuk memastikan semua organisasi bertanggung jawab atas perbudakan modern di rantai pasokan mereka dan dengan begitu memberdayakan pengawasan mandiri. Para pemimpin negara-negara ekonomi utama di dunia harus menggalang kekuatan dunia usaha untuk terlibat mengatasi permasalahan ini dengan memfokuskan perhatian meraka terhadap transparansi rantai pasokan." ujarya dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com.
"Saya percaya atas peran penting para pemimpin kepemerintahan, bisnis, dan masyarakat sipil," kata Bapak Forrest. "Melalui tanggung jawab serta kekuatan, keyakinan, tekad dan keinginan kolektif kita yang kuat, kita dapat mengakhiri perbudakan yang ada di dunia ini," tambahnya.
Forrest menggarisbawahi bahwa peran utama yang perlu dilakukan perusahaan dalam memberantas perbudakan yaitu: "Perusahaan yang tidak secara aktif mencari tahu keberadaan tenaga kerja paksa dalam rantai pasokannya merupakan perusahaan yang sudah berada dalam krisis besar. Pimpinan perusahaan yang menolak untuk mencari tahu keadaan yang kebenaran yang ada pada rantai pasokannya adalah pemimpin yang tidak memiliki hati nurani serta tidak memiliki tanggung jawab."