Bisnis.com, JAKARTA - Tim kurator PT Suharli Malaya Lestari berinisiatif untuk mengakui sementara tagihan kreditur karena debitur tidak mempunyai iktikad baik.
Salah satu kurator PT Suharli Malaya Lestari Bhoma S. Anindito mengatakan daftar piutang kreditur telah diakui. Namun, sifatnya masih sementara karena belum diverifikasi ulang dengan laporan keuangan debitur sebagai pembandingnya.
"Debitur tidak kunjung menyerahkan laporan keuangan kepada tim kurator dan tidak pernah hadir dalam rapat kreditur," kata Bhoma seperti dikutip dalam penjelasan daftar piutang sementara, Rabu (25/5/2016).
Dia menambahkan debitur telah mendapatkan surat panggilan secara patut maupun melalui surat kabar sejak 19 Mei 2016. Namun, tidak ada iktikad baik debitur untuk menyelesaikan tagihan para kreditur.
Sikap tersebut sudah sesuai dengan Pasal 117 Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan yakni kurator wajib memasukkan piutang yang disetujuinya ke dalam suatu daftar piutang yang sementara diakui, sedangkan piutang yang dibantah termasuk alasannya dimasukkan ke dalam daftar tersendiri.
Dalam daftar piutang tersebut, tim kurator tidak banyak melakukan perubahan nominal untuk tagihan para kreditur. Sebanyak empat bank dimasukkan dalam kreditur dengan sifat tagihan separatis karena memegang sertifikat hak jaminan kebendaan.
Kurator memerinci tagihan yang diakui yakni PT Bank J Trust Indonesia Rp12,37 miliar, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Rp47,66 miliar. Adapun, tagihan PT Bank Woori Saudara Indonesia Tbk sebesar Rp966 juta dan PT BPR Syariah PNM Mentari hanya Rp816 juta.
PT Bank Danamon Indonesia Tbk, imbuhnya, menjadi satu-satunya kreditur konkuren dengan jumlah tagihan Rp159,46 juta. Sementara, Kantor Pajak Soreang dengan piutang Rp17 juta menjadi kreditur preferen.
Pihaknya membantah tagihan H. Darmin yang pada proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) telah tercatat sebesar Rp43,93 miliar. Nominal tersebut tercantum berdasarkan putusan No. 02/Pdt.Sus/Pembatalan perdamaian/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Tagihan tersebut juga dicantumkan dalam proposal perdamaian yang dihomologasi pada 10 Juni 2015. Akan tetapi, Bhoma berpendapat tagihan yang diajukan seharusnya Rp12,5 miliar.
Sementara itu, kuasa hukum PT Suharli Malaya Lestari Chrisman Damanik mengaku tengah menunggu putusan terhadap upaya kasasi yang telah diajukan. Debitur pailit menilai putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang membatalkan perjanjian perdamaian kurang tepat.
"Semua pihak harus menghormati proses hukum yang tengah berjalan," kata Chrisman saat dihubungi Bisnis.
Pihaknya enggan menanggapi perihal pihak prinsipal debitur yang belum hadir dalam rapat kreditur. Kliennya juga belum memberikan pernyataan secara resmi kepada kuasa hukum.
Pengadilan niaga menyatakan SML pailit dengan segala akibat hukumnya pada 15 April 2016. Majelis hakim mengangkat Aswijon selaku hakim pengawas serta menunjuk tim kurator yang terdiri dari Bhoma S. Anindito dan Sahat Parulian.