Kabar24.com, PADANG - Terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar dianggap bukan hal yang mengejutkan.
Demikian disampaikan pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat Edi Indrizal.
"Kemenangan Setya tidak terlepas dari kombinasi yang selaras antara dukungan relasi kuasa internal dan eksternal yang berhasil digalangnya," kata Edi di Padang, Selasa (17/5/2016).
Ia menyampaikan hal itu menanggapi terpilihnya Setya Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar dalam Munas Luar Biasa yang digelar di Nusa Dua Bali.
Menurutnya, mantan ketua umum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie dan pemerintah telah memberikan sinyalemen lebih mendukung Setya ketimbang Ade Komarudin yang juga mencalonkan diri.
"Ini juga menandai Partai Golkar kembali ke khitah sebagai partai yang cenderung terikat dengan kekuasaan formal dan lebih dekat kepada pemerintah," katanya.
Ia melihat munaslub Partai Golkar kali ini lebih demokratis dan sukses mencapai tujuan sebagai momentum rekonsiliasi partai yang sempat dilanda konflik cukup panjang sebelumnya.
"Munaslub sekarang lebih terbuka , fair semua pemangku kepentingan di Golkar turut berpartisipasi," ujarnya.
Ke depan terkait posisi Partai Golkar apakah akan bergabung dengan pemerintah Edi melihat masih amat dinamis.
Kalau merapat ke pemerintah meski suaranya besar tetap saja akan dibelakang parpol lain yang lebih dahulu menjadi pendukung Jokowi-JK, katanya.
Akan tetapi jika Golkar mendekat ke pemerintah akan menambah episode baru gonjang ganjing relasi politik dan kekuasaan yang cenderung dimonopoli elit partai, kata dia.
Namun ia menilai perjuangan Golkar meningkatkan suara di pemilu mendatang cukup berat karena ada tantangan dari aspek figur dan integritas Setya Novanto yang bisa menjadi kelemahan partai ini.
Terkait adanya resistensi ia menilai tergantung langkah yang diambil Setya dalam menyusun kepengurusan apakah mengakomodasi semua calon ketua sehingga ada semangat konsolidasi untuk memelihara keutuhan partai.
Setya Novanto secara resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 2016-2019 melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa di Bali Nusa Dua Convention Center pada Selasa pagi.
"Dengan mengucap bismillahirahmanirahim, kita tetapkan Pak Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar," ujar Ketua Sidang Munaslub Nurdin Halid di arena Munaslub di Nusa Dua Bali.
Dalam penghitungan suara, perolehan suara delapan bakal calon Ketua Umum antara lain Ade Komarudin 173 suara, Setya Novanto 277 suara, Airlangga Hartarto 14 suara, Mahyudin 2 suara, Priyo Budi Santoso satu suara, Aziz Syamsuddin 48 suara, Indra Bambang Utoyo 1 suara, Syahrul Yasin Limpo 27 suara dan suara tidak sah berjumlah 11, sehingga total suara 554.
Dari hasil tersebut, sejatinya Ade dan Novanto masih harus menjalani pemilihan tahap kedua karena keduanya memenuhi perolehan suara 30%.
Melihat ini, kandidat Ketua Umum Syahrul Yasin Limpo menyarankan agar Ade menganggap hasil tersebut final, tanpa harus menjalani pemilihan putaran kedua.
"Mohon maaf Pak Ade, saya menyarankan agar hasil ini dianggap final. Kami berdelapan rasanya 'cair-cair' saja. Ini hanya saran saja," ujar Limpo.
Ade Komarudin kemudian mengambil sikap. Ade yang perolehan suaranya lebih rendah menyatakan agar Novanto segera ditetapkan sebagai Ketua Umum tanpa perlu ada pemilihan putaran kedua.