Kabar24.com, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan praktik dugaan korupsi terkait dengan pemberian petikan salinan putusan dan praktik percaloan di pengadilan negeri.
Komisioner ORI Ninik Rahayu mengatakan pihaknya melakukan penyelidikan terhadap dugaan praktik percaloan di lembaga pengadilan. Tak hanya itu, pihaknya juga menemukan penyimpangan prosedur dalam salinan putusan dan petikan putusan.
"Pemberian petikan dan salinan putusan terlambat," kata Ninik dalam keterangan resminya yang dikutip Kabar24.com, Minggu (1/5/2016).
Terkait dengan kasus pidana, ORI menemukan petikan dan salinan putusan itu diberikan setelah 14 hari, bahkan banyak tak diberikan. Sedangkan perdata, salinan putusan diberikan lama bahkan terdapat putusan hingga 4 bulan belum diberikan.
ORI menemukan pemberian salinan putusan seringkali dikenakan biaya di luar ketentuan. Di sisi lain, lembaga itu juga menemukan praktik percaloan.
"Calo bisa berasal dari pihak eksternal maupun internal pengadilan," tuturnya.
Dugaan modus percaloan adalah memfasilitasi pertemuan pihak internal macam hakim, panitera dan lain-lain, baik di luar pengadilan maupun di dalamnya. Ninik juga menegaskan calon juga diduga menjanjikan memenangkan suatu perkara dengan imbalan Rp25 juta-Rp80 juta.
Selain itu, ORI juga menemukan calon menawarkan jasa advokat tertentu. Temuan ORI sendiri dilakukan di sembilan pengadilan negeri, yakni PN Jakarta Selatan; PN Jakarta Barat; PN Bogor; PN Cibinong; PN Surabaya; PN Sleman; PN Bantul; PN Bandung dan PN Semarang.