Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permohonan Kepailitan PT Asuransi Syariah Mubarakah Dinilai Prematur

PT Asuransi Syariah Mubarakah menilai permohonan kepailitan yang diajukan Otoritas Jasa Keuangan prematur karena surat pencabutan izin usaha belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - PT Asuransi Syariah Mubarakah menilai permohonan kepailitan yang diajukan Otoritas Jasa Keuangan prematur karena surat pencabutan izin usaha belum memperoleh kekuatan hukum tetap.

Kuasa hukum PT Asuransi Syariah Mubarakah Syamsul B. Ilyas mengatakan kliennya melakukan upaya hukum pembatalan pencabutan izin usaha melalui jalur pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara dan masih berproses di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

"Pemohon belum dapat mengajukan permohonan pernyataan pailt dan harus menunggu pencabutan izin usaha tersebut memiliki kekuatan hukum tetap," kata Syamsul dalam berkas jawaban yang dikutip Bisnis, Selasa (12/4/2016).

Dia menjelaskan OJK selaku pemohon diklaim menyembunyikan informasi terkait upaya hukum termohon. Adapun, pencabutan izin usaha tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan No. KEP-779/KM.10/2012 sejak 28 Desember 2012.

Menurutnya, penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan termohon hanya dapat dilakukan dengan mekanisme likuidasi, bukan kepailitan. Dalam Undang-undang No. 40/2014 tentang Perasuransian tidak terdapat ketentuan peralihan yang mengatur mengenai pencabutan izin yang telah dilakukan.

Pencabutan izin tersebut, lanjutnya, merupakan tindakan pelanggaran asas kepatutan dan keadilan. Pemohon dinilai tidak memperhatikan upaya yang telah dilakukan termohon dalam mempertahankan usahanya.

Melalui surat pada 14 Desember 2012, termohon bisa berhasil melakukan penyelamatan usaha jika pencabutan izin usaha tidak diterbitkan. PT Syahid Indah Utama, selaku calon investor, hampir selesai melakukan uji tuntas keuangan dan hukum guna melakukan transaksi pada 15 Februari 2013.

Termohon menilai klaim asuransi yang diajukan nasabah berbeda dengan pengajuan klaim asuransi konvensional. Selain itu, klaim tersebut bukan tergolong dalam kategori utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan.

Syamsul menuturkan kliennya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang asuransi berdasarkan prinsip syariah yang pertama di Indonesia. Secara khusus pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 18/PMK.010/2010 dan Permenkeu No. 11/2011.

Proses hubungan peserta dengan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah saling menanggung risiko. Dengan demikian, tidak terjadi pengalihan risiko dari peserta kepada perusahaan seperti asuransi konvensional.

Pada perusahaan asuransi syariah, imbuhnya, perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola operasional, bukan penanggung. Pemenuhan klaim yang diajukan nasabah dibayarkan dari Dana Tabarru (kumpulan dana) yang sumber dananya dari pembayaran premi.

Pihaknya berpendapat tagihan yang diklaim pihak pemohon dalam permohonan kepailitan tidak memenuhi asas sederhana. Setiap klaim asuransi harus melalui proses verifikasi data dan mewajibkan adanya pemenuhan dokumen dari nasabah, sehingga memerlukan perhitungan yang kompleks.

Salah satu Dewan Komisioner OJK Mufli Asmawidjaja mengatakan tingkat pencapaian solvabilitas termohon kurang dari 120%. Hal tersebut dinilai melanggar peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. "Berdasarkan laporan keuangan termohon pada Triwulan I-2010, tingkat solvabilitasnya di bawah ketentuan," kata Mufli.

Dia menerangkan termohon tidak memenuhi Pasal 11 ayat 1a dan 1b Undang-Undang No. 2/1992 tentang Perasuransian. Perusahaan asuransi wajib menjaga solvabilitas atau kesehatan keuangan dalam menjalankan usahanya agar dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada pemegang polis.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, lanjutnya, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120% dari resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban.

Pihaknya menuturkan jumlah kekayaan ASM sebesar Rp62,53 miliar, sedangkan jumlah cadangan teknis ditambah utang klaim retensi sendiri Rp76,31 miliar. Perkara dengan No. 8/Pdt.Sus/Pailit/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst tersebut akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian para pihak pada 18 April 2016.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper