Kabar24.com, PORT MORESBY - Papua Nugini memberikan dukungan agar Indonesia bisa menjadi anggota tetap MSG.
Menteri Luar Negeri dan Imigrasi Papua Nugini Rimbink Pato mengatakan pemerintahnya sangat mendukung Indonesia mendapatkan status keanggotaan asosiatif pada KTT ke-20 "Melanesian Spearhead Group" (MSG), dan pada saatnya nanti aplikasi keanggotaan penuh Indonesia akan diterima.
Menjawab pertanyaan wartawan usai pertemuan bilateral delegasi Papua Nugini dan Indonesia di Port Moresby, Jumat (1/4/2016) pagi, Pato mengatakan keanggotaan penuh Indonesia di MSG masih membutuhkan proses, namun segera setelah semua proses dijalani, jalan untuk mendapatkan status tersebut terbuka.
Papua Nugini yang merupakan salah satu anggota penuh MSG akan menjadi tuan rumah KTT ke-21 kelompok regional tersebut pada 2017.
Adapun status keanggotaan asosiatif diterima Indonesia dalam KTT ke-20 MSG yang berlangsung di Honiara, Kepulauan Solomon, pada 26 Juni 2015.
Seperti terungkap dalam Komunike para pemimpin MSG hasil KTT ke-20 itu, Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP) juga mendapat status peninjau.
Sementara itu, terkait hasil pertemuan bilateral delegasi PNG-RI, Menlu PNG Rimbink Pato mengatakan berbagai peluang kerja sama berbagai bidang.
Kerja sama itu meliputi bidang ekonomi, investasi, dan perdagangan, serta kerja sama antarkedua kepolisian dan militer telah disinggung dalam pertemuan yang dilukiskannya berlangsung konstruktif dan terbuka itu.
Dia mengatakan, Papua Nugini yang akan menjadi tuan rumah KTT Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) pada 2018, ingin belajar dari pengalaman Indonesia yang berhasil dalam menyelenggarakan perhelatan internasional tersebut.
Menurut Menlu Rimbink Pato, dasar kerja sama kedua negara telah dibangun dari 11 nota kesepahaman dan tiga perjanjian yang telah ditandatangani guna memperkuat kemitraan bilateral yang dibangun di atas prinsip saling menghormati.
Dia lebih lanjut menyinggung tentang peluang kerja sama di sektor energi, khususnya gas alam cair (LNG), sektor perdagangan dan perhubungan udara untuk mendukung penguatan hubungan antarmasyarakat kedua negara melalui layanan penerbangan.
Delegasi kedua negara juga membahas peluang kerja sama antarkepolisian dan militer terkait dengan keamanan di wilayah perbatasan, paparnya.
"Pengalaman baik Indonesia, termasuk dalam soal demokrasi, akan kami ambil dan kita (PNG-RI) bergerak bersama dan bekerja bersama," ujar Menlu Pato.
Dalam pertemuan dengan delegasi RI, Pato didampingi Menteri Perdagangan Richard M dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Charles Abe.
Sementara itu, Ketua delegasi RI, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, menilai jalannya pertemuan sangat baik, di mana kedua delegasi juga menyinggung peluang kerja sama di bidang perdagangan dan pengembangan industri minyak kelapa sawit serta keimigrasian.
"Delegasi menteri perdagangan dan misi bisnis Indonesia akan berkunjung ke Papua Nugini pada akhir April ini. Hubungan kita semakin dekat," ucap Luhut.
Menko Polhukam sempat menjelaskan tentang sejumlah program pembangunan di Tanah Air yang tengah dijalankan Pemerintah RI, termasuk di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pembangunan dimaksud adalah pembangunan infrastruktur dan dana desa guna mendukung pemerataan kesejahteraan dan penguatan ekonomi rakyat.
Seorang anggota delegasi RI dari unsur Kemenko Polhukam yang ikut dalam pertemuan bilateral tersebut mengatakan, Menko Polhukam juga sempat menyampaikan pertanyaan yang diajukan seorang menteri Fiji kepada dirinya tentang mengapa status keanggotaan Indonesia di MSG hanya "anggota asosiat".
Pemerintah Fiji sendiri, katanya, telah memberi dukungan penuh bagi Indonesia untuk mendapat status keanggotaan penuh di MSG.
Seusai mengikuti pertemuan bilateral dengan delegasi Papua Nugini, Menko Polhukam dan rombongan delegasi RI melakukan kunjungan singkat ke kompleks KBRI Suva sebelum bergegas ke Bandar Udara Internasional Port Moresby untuk kembali ke Jakarta.
Hubungan RI-PNG yang dimulai dari hubungan konsuler pada 1973 sebelum ditingkatkan menjadi hubungan diplomatik segera setelah negara ini mendapatkan kemerdekaannya dari Australia pada 16 September 1975, dinilai Kementerian Luar Negeri RI "secara umum berjalan sangat baik".
Presiden Joko Widodo bahkan telah melakukan kunjungan kenegaraan ke Port Moresby atas undangan PM Papua Nugini Peter O'Neill pada 11-12 Mei 2015. Kedua pemimpin sepakat memperkuat kerja sama ekonomi, perdagangan, investasi dan pembangunan infrastruktur.
Dari hasil kunjungan Presiden Joko Widodo ke PNG tahun lalu itu, Kementerian Luar Negeri RI mencatat pemimpin kedua negara sepakat untuk meningkatkan perdagangan bilateral di luar kegiatan perdagangan di wilayah perbatasan yang nilainya mencapai 4,5 juta dolar AS per tahun.