Kabar24.com, JAKARTA - Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jan Sopaheluwakan menyatakan sejumlah fenomena negatif yang terjadi dalam kehidupan berbangsa belakangan ini, bersumber dari lemahnya penanaman rasa nasionalisme dalam sistem pendidikan yang seharusnya ditumbuhkan sejak usia dini.
"Kita lihat sekarang ini rakyat disuguhi banyak kasus korupsi, narkoba, intrik politik kepentingan golongan, sampai kasus yang menyangkut suku, agama dan ras," ujar Jan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persaudaraan Cinta Tanah Air (PCTA) Indonesia dalam jumpa pers peringatan HUT ke 6 organisasi itu, Kamis (17/3/2016).
Dia menyatakan keprihatinannya bahwa rakyat setiap hari disuguhi berita dan tayangan televisi tentang kepala daerah yang menggunakan narkoba, fenomena Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT), saling menjatuhkan di antara calon kepala daerah dengan unsur SARA.
"Bangsa kita tanpa sadar sudah dipecah belah oleh kepentingan tertentu sehingga menjadi peringatan bahwa cinta Tanah Air, menerima perbedaan dan jati diri bangsa menjadi penting untuk ditanamkan sejak dini.
Jan menilai kurikulum pendidikan nasional masih perlu dibenahi karena anak diajarkan hanya mengejar prestasi tanpa toleransi.
"Kurikulum pendidikan di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) perlu diperkaya dengan penanaman cinta Tanah Air dan jiwa nasionalisme sejak dini. Sistem Pendidikan Nasional saat ini dinilai belum secara utuh memadukan antara kecerdasan intelektual, religius, dan nasionalisme," tambahnya.
Untuk itu, pembenahan terhadap kurikulum di jenjang PAUD sampai SD menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan. Sejak zaman kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia masih mewarisi sistem pendidikan Belanda yang sekular.
"Sistem pendidikan kita memisahkan antara kecerdasan spiritual, nasionalisme dan intelektual secara jelas. Harusnya itu jadi satu kesatuan yang utuh," kata Jan.
Menurutnya, antara ketauhidan, keberagaman, kepancasilaan harus menjadi satu dan diperkuat di jenjang pendidikan dasar. Saat ini, tujuan pendidikan nasional masih berorientasi kepada dunia industri.
Akibatnya, pendidikan nasional hanya mencetak sumber daya manusia yang berkarakter buruh, bukan calon pemimpin dan kader-kader penerus bangsa, tambahnya.