Kabar24.com, JAKARTA - The Asian Human Rights Commission (AHRC) mendesak pemerintah Indonesia membuka dugaan keterlibatan kepolisian dan anggota parlemen lokal yang menerima keuntungan dari penambangan pasir ilegal yang berujung pada kasus kematian petani di Lumajang, Jawa Timur.
AHRC menyatakan pemerintah Indonesia harus membuka siapa saja pihak yang diuntungkan dengan adanya pertambangan pasir besi di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Pada Kamis, Pengadilan Negeri Surabaya kembali menyidangkan perkara penganiayaan berat terhadap petani Salim Kancil yang tewas pada September 2015, dengan agenda pemeriksaan saksi.
Salim Kancil tewas --karena menolak aktivitas pertambangan--, setelah mendapat penganiayaan dari sekelompok orang yang mendukung aktivitas pertambangan pasir. Rekan Salim, Tosan mendapatkan penganiayaan pula namun akhirnya selamat dari peristiwa tersebut.
Pada persidangan perdana, 18 Februari 2016, Pengadilan Negeri Surabaya menghadirkan 35 terdakwa yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Di antaranya adalah Kepala Desa Selok Awar-Awar Haryono.
AHRC menyatakan walaupun Haryono dan 34 orangnya telah menjadi tersangka—dan kini menjadi terdakwa --tak ada penyelidikan lebih lanjut terkait keterlibatan pihak lainnya.
Hal itu, terutama berkaitan dengan siapa yang mendapatkan keuntungan dari pertambangan pasir ilegal.
"Kami mencatat tak ada penyelidikan lebih lanjut oleh polisi untuk mengungkap dugaan keterlibatan polisi atau anggota parlemen lokal yang mendapatkan keuntungan dari penambangan pasir ilegal," demikian keterangan AHRC, dikutip Kabar24.com, Jumat (26/2/2016).
AHRC juga mempertanyakan investigasi yang dilakukan Komnas HAM dan Komisi III DPR RI.
Organisasi yang berbasis di Hong Kong itu juga mendesak agar kedua lembaga tersebut memastikan hasil rekomendasi dari keduanya diikuti oleh instansi penegak hukum.
Para terdakwa adalah Hariyono B Bin Salim, Eko Aji Sumardianto, Rudy Hariyanto alias Rudy Bin Kamil, Muhammad Hamim Sahroni Bin Munif, Slamet Susio Bin Salam, Dodik Hartono Bin Muhammad Doli, Edor Hadi Kusuma Bin Sawi alias Edor, Widiyanto Bin Sari Netro alias Dombil, Madasir alias Abdul Holek, Harmoko alias Koko, Tinarlap Bin Lerap alias Lap, Timartin alias TImar Bin Tibon.