Kabar24.com, JAKARTA − Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan bahwa ketidaktahuan pemerintah tentang draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sesuatu yang naif dan ironis.
Sebab, saat ini revisi UU KPK sudah masuk ke dalam Prolegnas 2015-2019 di DPR. “Kalau juru bicara saja tidak tahu, apalagi kami sebagai rakyat,” ujarnya.
Bambang juga mengkritisi satu hal dalam draf revisi UU KPK yang saat ini beredar, yakni mengenai pembentukan Dewan Pengawas. Sebab, institusi penegak hukum lainnya tidak membentuk lembaga baru yang mengawasi kewenangan institusi penegak hukum itu sendiri.
Kepolisian Republik Indonesia memiliki Komisi Kepolisian Nasional yang bertugas menyediakan usulan calon Kapolri.
Kejaksaan Agung mempunyai Komisi Kejaksaan yang bertugas mengawasi peningkatan kinerja kejaksaaan.
Kedua lembaga tersebut tidak ada yang memiliki kewenangan mengawasi dan membatasi kewenangan institusi hukum.
“Saya baca dari draf yang beredar, yang akan diawasi [Dewan Pengawas] adalah KPK. Kalau betul maka sebetulnya kiamat kecil terjadi,” jelasnya.
Sejauh ini ada 4 hal yang selalu disebut dalam rancangan draf revisi uu KPK, yakni pembentukan Dewan Pengawas, mekanisme penyadapan, kewenangan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), dan kewenangan dalam pengangkatan penyidik.
Namun, sampai saat ini Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi mengaku belum mengetahui draf revisi UU KPK yang secara resmi diajukan ke Program Legislasi Nasional 2016.
Sebab anggota Dewan Perwakilan Rakyat seperti saling lempar terkait pembuatan draf ini. Namun, ia menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo akan menolak apabila revisi UU KPK adalah upaya melemahkan pemberantasan korupsi.
Sebelumnya Menteri Hukum da Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly seusai rapat kerja dengan Komisi III DPR juga mengungkapkan hal yang senada dengan Johan.
Ia mengaku belum menerima draf resmi mengenai revisi UU KPK.