Kabar24.com, JAKARTA - Pemotongan masa reses dan pengurangan kunjungan ke luar negeri anggota dewan diprediksi tidak akan berdampak signifikan terhadap peningkatan produktivitas DPR.
Lucius Karus, peneliti politik Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), mengatakan respons atas rendahnya produktivitas dengan mengurangi masa reses dari sebelumnya sekitar 40 hari menjadi 17 hari serta mengurangi intensitas kunjungan ke luar negeri itu tidak akan menyelesaikan masalah yang selama ini ada.
“Respons itu tidak didasarkan pada evaluasi yang menyeluruh dari rendahnya produktivitas,” katanya saat dihubungi, Rabu (27/1/2016).
Dengan respons itu, tuturnya, DPR seolah-olah menyalahkan pendeknya waktu persidangan sebagai alasan bagi rendahnya capaian legislasi. “Alasan waktu persidangan yang singkat mungkin iya. Tapi bukan yang utama.”
Menurutnya, waktu persidangan yang lama tidak akan meningkatkan produktivitas jika mereka malah cenderung bermalas-malasan. “Saat ini, waktu mereka [anggota dewan] habis digunakan untuk mengurus kisruh parpol masing-masing.”
Jadi, fakta ketidakefektifan kerja DPR itulah yang seharusnya menjadi dasar respons. “Mentalitas anggota dewan yang santai dan masa bodo itu harus diubah.”
Sejatinya, DPR sendiri menyadari sejak awal soal keterbatasan waktu dan oleh karenanya semestinya membuat perencanaan yang rasional.
“Yang terjadi, prolegnas justru menjadi sekolah keranjang sampah, tempat semua usulan ditampung dan ditumpuk. Tak ada urutan prioritas jelas yang mendorong DPR ngebut menyelesaikannya.”