Kabar24.com, JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono menegaskan tidak ada pertemuan empat mata yang terjadi antara pegawai Kementerian PUPR dan Anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisu Putranti yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait proyek jalan di Maluku.
“Tidak ada [pertemuan tatap muka]. Kalau saya tanya dengan direktur tidak ada. Kan kita tendernya dengan eprocurement apalagi sekarang sudah dengan LKPP. Sementara begitu sampai saat ini, nanti kan berkembang,” ujarnya, Rabu (20/1/2016).
Dia membenarkan tim KPK telah memeriksa sejumlah pejabat untuk mencari tahu lebih lanjut tentang proses pembuatan program kerja di Kementerian PUPR. Sejauh ini, dia mengaku perencanaan proyek infrastruktur di daerah telah berjalan sesuai prosedur.
“Sementara ini kan yang OTT [operasi tangkap tangan] pengusaha dengan DPR Direktur Bina Program juga sudah diwawancarai oleh KPK tentang programming, mungkin dari pogram tidak ada masalah,” tambahnya.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjoyono mengakui proses tender pengadaan barang dan jasa masih rawan tindak korupsi. Namun, pemerintah tengah berupaya memperbaiki hal tersebut dengan memperbanyak proses lelang secara elektronik yang turut diawasi oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP).
“Kasus suap bisa terjadi di mana-mana dan oleh siapa saja terutama dalam proses tender itu juga rawan, kemudian dalam proses pelaksanaannya sendiri itu juga ada potensi,” ujarnya.
Seperti diberitakan, baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap salah seorang anggota komisi V DPR terkait kasus suap pada proyek infrastruktur di bawah
Kementerian PUPR. KPK menangkap anggota DPR fraksi PDIP berinisial DWP terkait proyek jalan di Ambon, Maluku yang dikerjakan oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) dengan total suap sebesar Rp3,9 miliar. Diketahui, proyek tersebut masuk dalam anggaran tahun 2016.
Menurut catatan Bisnis, terdapat 70% paket pengadaan barang dan jasa proyek pemerintah yang belum transparan karena tidak dilelang secara elektronik.
Data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerinttah (LKPP), proses pengadaan oleh berbagai institusi pemerintahan bisa mencapai Rp1.000 triliun setiap tahun. Namun, 70% paket pengadaan barang dan jasa belum dilaksanakan melalui LKPP sehingga rawan korupsi.
Adapun pada 2014, LKPP mencatat nilai pagu lelang seluruh kementerian dan lembaga yang dilakukan melalui sistem LKPP mencapai Rp310 triliun. Pada 2015, jumlah tersebut hanya meningkat tipis menjadi Rp316 triliun.